RAKYATCIREBON.ID, CIREBON - Identitas Kependudukan Digital (IKD) kegunaannya dipertanyakan. Pasalnya, sejauh ini tak laku. Untuk persyaratan apapun, di lapangan tetap saja, yang dibutuhkan kartu identitas fisik.
Misalnya, dalam pengurusan di perbankan, di rumah sakit dan sejumlah layanan lainnya. Data di aplikasi IKD tidak dibutuhkan sebagai persyaratan. Menanggapi hal itu, Ketua Komisi I, DPRD Kabupaten Cirebon, H Sofwan ST pihaknya di daerah tidak mempersoalkan berlebih.
Karena program IKD milik pemerintah pusat. Bukan program daerah, yakni Disdukcapil Kabupaten Cirebon. "Itu program pusat. Kalau tidak laku, ya bisa ditanyakan ke pusat. Kan identitas itu milik pusat. Jadi kalau tidak laku, bukan tanggungjawab kita," kata Sofwan kepada Rakyat Cirebon, Kamis (10/8).
Tidak lakunya IKD, bisa diartikan karena dalam program tersebut ada persoalan. Bahkan bisa dilihat, pemerintah pusat sendiri tidak begitu massif dalam mensosialisasikannya. Seperti setengah hati.
"Ini untuk proses melakukan transmigrasi di perbankan bahkan di intansi pemerintah sendiri, tidak berlaku. Ujung-ujungnya balik lagi ke identitas konvensional. e-KTP misalnya," katanya.
Ia tidak menampik, sejauh ini Disdukcapil selalu menggembargemborkan, agar warga bisa bermigrasi ke IKD. Sebagai alternatif tidak terpenuhinya kebutuhan identitas fisik. Sebut saja dalam pembuatan e-KTP diprioritaskan bagi warga yang baru membuat KTP.
"Karena keterbatasan blanko. Makanya Disdukcapil mengarahkan agar bermigrasi ke IKD. KTP keping, prioritasnya bagi yang baru buat KTP," tuturnya.
Makanya, terang politisi Gerindra karena IKD bermasalah, dan blanko e-KTP minim, kedepan pemerintah daerah mengupayakan untuk melakukan pengadaan blanko e-KTP.
"Salah satunya di perubahan 2023 kita menganggarkan Rp1 miliar untuk hibah kaitan pengadaan e-KTP," ungkapnya.
"Itu untuk memenuhi kekurangan yang ada. Langkah itu, sudah dikaji matang. Kita sudah study banding ke daerah lain, ternyata daerah lain melakukannya dengan menggunakan hibah," lanjutnya.
Menurut Opang--begitu akrab disapanya, ketika program tersebut sukses, ditahun berikutnya hibah pengadaan e-KTP bisa dilanjutkan. Ada alasan, kenapa Pemda sampai melakukan hibah. Karena ternyata jatah dari Kemendagri sejauh ini belum memenuhi kebutuhan. Faktanya seringkali terjadi kekurangan.
Pihkanya di Komisi I tidak mengetahui persis berapa blanko yang akan didapat dari total anggaran yang akan dihibahkan. Tapi, ketika asumsinya per keping itu dinilai dengan harga Rp10 ribu, Disdukcapil pun bisa mendapat 100 ribu keping.
"Ini baru asumsi ya. Pastinya belum memenuhi kebutuhan. Paling tidak untuk mengurangi persoalan. Dan ini baru trail. Kalau sukses bisa dilanjutkan," pungkasnya. (zen)