7 Peraturan Sekolah Di Jepang Yang Mustahil Dipakai Di Indonesia

Senin 29-07-2024,22:51 WIB
Reporter : Kafit Mustofa
Editor : Kafit Mustofa

CIREBON, RAKYATCIREBON.DISWAY.ID - Jepang dikenal dengan pendidikan berkualitas tinggi, disiplin, dan keberhasilan siswa-siswanya dalam berbagai bidang. 

Tidak hanya pengajaran di kelas yang membedakannya, tetapi juga peraturan sekolah yang unik dan ketat. 

Beberapa di antaranya mungkin terdengar mustahil untuk diterapkan di Indonesia, mengingat perbedaan budaya dan sistem pendidikan kedua negara.

 Mari kita telusuri peraturan sekolah menarik di Jepang yang mungkin tampak asing bagi kita di Indonesia.

7 Peraturan Sekolah Di Jepang Yang Mustahil Dipakai Di Indonesia 1. Siswa Bertanggung Jawab Membersihkan Sekolah Di banyak sekolah di Jepang, tidak ada petugas kebersihan khusus. Sebaliknya, siswa bertanggung jawab untuk membersihkan kelas, koridor, bahkan toilet. 

Mereka melakukan ini sebagai bagian dari o-soji (bersih-bersih), yang bertujuan mengajarkan siswa nilai kerja sama, tanggung jawab, dan menghargai lingkungan. 

Kebiasaan ini mungkin sulit diterapkan di Indonesia, dimana masih banyak sekolah yang mengandalkan staf kebersihan untuk tugas-tugas ini.

2. Makan Siang Bersama-sama Di Jepang, makan siang di sekolah adalah kegiatan kolektif yang dirancang untuk memperkuat ikatan sosial di antara siswa dan guru. 

Makanan disiapkan oleh sekolah dan disajikan di kelas. Semua orang makan menu yang sama, dan siswa bergantian bertugas sebagai petugas makan siang, menyajikan makanan kepada teman-teman mereka. Karena perbedaan infrastruktur, sumber daya, dan tradisi, menerapkan sistem ini di sekolah-sekolah Indonesia mungkin akan menghadapi berbagai tantangan logistik dan budaya.

3. Seragam Sekolah yang Ketat Seragam sekolah di Jepang sangat ikonik dan dikenal dengan ketatnya aturan penggunaan, termasuk model rambut dan aksesori yang diperbolehkan. 

Sementara di Indonesia seragam sekolah juga diterapkan, aturan tentang penampilan bisa jadi lebih fleksibel. 

Penerapan kebijakan seragam yang ketat seperti di Jepang mungkin akan memicu perdebatan mengenai ekspresi individu dan kreativitas.

4. Kegiatan Klub Sekolah Kegiatan ekstrakurikuler atau klub di sekolah Jepang tidak hanya ditujukan untuk rekreasional, tetapi siswa diharapkan berkomitmen pada satu kegiatan dan mengerahkan usaha maksimal. 

Pengabdian pada klub adalah serius dan membutuhkan waktu serta dedikasi yang signifikan. Meski kegiatan ektrakurikuler di Indonesia juga penting, pendekatan Jepang mungkin terlalu intensif bagi banyak siswa dan orang tua di Indonesia.

5. Sistem Kearifan Lokal Sekolah di Jepang sering mengintegrasikan pelajaran kearifan lokal atau tradisi khusus ke dalam kurikulum. Hal ini bisa mencakup kegiatan seperti beladiri, seni kaligrafi, atau upacara minum teh. 

Meskipun nilai-nilai lokal juga diajarkan di beberapa sekolah Indonesia, keberagaman budaya yang luas bisa membuat penerapan kurikulum tradisional terstandardisasi menjadi tantangan.

6. Keikutsertaan Orang Tua Orang tua di Jepang sangat terlibat dalam pendidikan anak-anak mereka, seringkali ikut serta dalam pertemuan sekolah dan kegiatan lainnya. Adanya keterlibatan orang tua ini membentuk hubungan erat antara sekolah dan keluarga. 

Di Indonesia, meskipun keterlibatan orang tua dipromosikan, struktur dan tradisi keluarga yang beragam mungkin menjadikan keterlibatan aktif di semua aspek kehidupan sekolah kurang praktis.

7. Disiplin dan Peraturan Ketat Tingkat disiplin siswa di Jepang sangat tinggi, dengan aturan yang ketat mengenai perilaku, pontualitas, dan bahkan cara bergaul. 

Sanksi untuk melanggar peraturan bisa jadi ketat, bertujuan untuk membentuk karakter dan kedisiplinan. 

Di Indonesia, pendekatan terhadap disiplin dapat berbeda, mengingat faktor sosial, budaya, dan individualitas yang lebih diutamakan.

Peraturan sekolah unik di Jepang mencerminkan nilai-nilai budaya dan pendidikan yang sangat dihargai dalam masyarakat mereka. 

Meskipun menarik, penerapan langsung peraturan serupa di Indonesia mungkin tidak praktis atau sesuai karena perbedaan fundamental dalam sistem pendidikan, nilai budaya, dan kebutuhan sosial. 

Namun, memahami dan menghargai perbedaan ini bisa menjadi langkah awal untuk saling belajar dan mengadaptasi aspek positif dari setiap sistem pendidikan untuk meningkatkan kualitas pendidikan kita sendiri.

 

Kategori :