RAKYATCIREBON.ID - Dipenghujung tahun 2021, Kabupaten Kuningan digemparkan dengan kasus pencabulan terhadap anak dibawah umur, sebanyak delapan santri pondok pesantren Bina Qur’ani menjadi korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh Abu Hasan (38) yang merupakan ustadz/guru sekaligus pimpinan ponpes yang beralamat di Dusun Sukamanah Desa Cisantana Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan.
Kedelapan korban merupakan murid yang sedang belajar di Ponpes Bani Qur,ani. Dari 8 korban, satu di antaranya merupakan alumni Ponpes tersebut, kedelapan korban adalah HDN (14) warga Kabupaten Kuningan, AW (18) warga Cirebon, RAB (13) warga Cirebon, HA (13) warga Karawang, FA (15) warga Cirebon, INF (15) warga Cirebon, MR (13) warga Tangerang dan FR (20) warga Cirebon.
Kapolres Kuningan AKBP Doffie Fahlevi Sanjaya melalui Kasat Reskrim Polres Kuningan AKP M. Hafid Firmasyah mengatakan, kasus pencabulan yang dilakukan oleh oknum ustadz ini terungkap berdasarkan laporan orang tua korban yang melihat keanehan terhadap anaknya, usai menerima laporan dari orang tua korban, penyidik dari Unit PPA langsung melakukan menangkap pelaku.
\"Dari hasil pemeriksaan ada delapan korban, namun baru 3 orang korban yang telah membuat laporan kepada kami,\" kata Kasat yang didampingi Kasi Humas Polres Kuningan IPTU Carsa kepada awak media saat memberikan keterangan persnya, kemarin.
Diungkapkan Kasat, tersangka Abu Hasan merupakan warga Madura merupakan seorang guru pengajar sekaligus pimpinan Pondok Pesantren Bina Qu\'ani.
\"Kasus ini terungkap, ketika salah satu korban tidak terima ketika dirinya dicabuli oleh tersangka, kemudian menceritakannya kepada ibu korban. Ibu korban pun melaporkan perbuatan tersangka kepada kami,\" ungkap Kasat.
Menurut Kasat, pencabulan terjadi sekitar bulan Oktober 2021 lalu, dalam melakukan aksinya tersangka memanggil para korban dengan waktu yang berbeda-beda untuk diajak ke dalam kamar tempat istirahat tersangka. Kemudian, korban langsung memeluk, menciumi dan meraba-raba tubuh korban.
\"Setelah melakukan perbuatannya, tersangka membujuk para korban dengan memberikan barang-barang seperti parfum, baju koko ataupun kaos. Nah, salah satu dari korban tidak terima dengan perlakuan tersangka, menceritakan kejadian tersebut kepada orang tuanya dan melaporkannya,\" kata Kasat.
Tersangka dijerat dengan pasal 82 ayat (1), (2) dan (4) UU RI No. 17 tahun 2016 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU No. 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU no. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak menjadi UU jo pasal 76E UU RI No. 35 tahun 2014 perubahan atas UU RI no. 23 tahun 2002 dengan ancaman hukuman minimal lima tahun penjara dan maksimal 15 tahun penjara.
\"Karena tersangka merupakan seorang guru, maka hukumannya ditambah menjadi maksimal 20 tahun penjara dengan denda sebesar lima milyar rupiah,\" jelas Kasat.
Berdasarkan informasi yang diperoleh, Pondok Pesantren Bina Qur\'ani yang berlokasi di Desa Cisantana, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan ini ternyata tidak terdaftar di Kementerian Agama.
\"Setelah di kroscek tidak terdaftar di Kemenag (Kementerian Agama),\" tutur Kasat
Hafid mengungkapkan saat ini Ponpes Bina Qur\'ani sendiri dalam keadaan kosong setelah semua santrinya dipulangkan ke orang tua masing-masing. Polisi kata dia belum menutup ponpes tersebut.
\"Untuk ponpes belum ditutup, santri sudah dikembalikan ke orang tua jadi baru diamankan oleh kepolisian agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan,\" ungkapnya.
Terpisah, anggota MUI Kabupaten Kuningan yang juga Direktur Kuliyatul Muallimin Al Mutawally Dr KH Didin Nurul Rosyidin mengatakan, pihkanya dari MUI sangat mengecam tindakan oknum ustadz, dirinya meminta kepada Kepolisian untuk memproses pelaku sesuai undang-undang.