RAKYATCIREBON.ID - Memasuki musim hujan, masyarakat di daerah langganan banjir kembali was-was. Pasalnya, saat curah hujan tinggi, kerap menyebabkan debit air sungai meluber. Bahkan menjangkau pemukiman. Hal itu sering terjadi di berbagai titik di Ciayumajakuning.
Pada awal 2021, curah hujan tinggi mengakibatkan Sungai Cimanuk meluap. Imbasnya, banyak desa di Kabupaten Indramayu dan Majalengka terkena banjir. Di saat yang sama, banjir juga menggenangi berbagai kecamatan di Kabupaten Cirebon. Sementara wilayah Kota Cirebon hanya terkena banjir ringan yang tak sampai menyebabkan pengungsian warga.
Kini, musim hujan kembali terjadi di akhir 2021. Upaya meredam daya rusak air terus digetolkan berbagai pihak. Terutama Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk-Cisanggarung (BBWS CC). Lembaga di bawah Kementerian PUPR ini merancang skenario pengendalian daya rusak air.
Yang skala besar misalnya, revitalisasi fungsi waduk atau membangun waduk baru di berbagai daerah wilayah kerja BBWS CC. Sedangkan yang sifatnya mikro, yakni perbaikan titik kritis saluran air sungai.
Selain upaya berbentuk revitalisasi atau pembangunan infrastruktur sungai, BBWS CC juga getol mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga kelestarian sungai. BBWS CC membentuk Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air (TKPSDA) di tiap daerah, hingga menggandeng berbagai Komunitas Peduli Sungai (KPS) serta NGO.
Kepala BBWS CC, Dr Ismail Widadi ST MSc mengakui, kewenangan pengelolaan sumber daya air sungai berada di BBWS CC. Namun pendayagunaan, konservasi dan pengendalian daya rusak menjadi tanggung jawab bersama. Termasuk masyarakat yang bersentuhan langsung dengan ekosistem air.
Diakui Ismail, saat ini ada 300an titik kritis di wilayah BBWS CC. Titik kritis berupa tanggul sungai jebol, senderan yang rusak, bisa pula material longsoran yang jatuh ke badan sungai. Jika tidak segera ditanggulangi, berpotensi menimbulkan dampak negatif.
\"Iya ada 300 titik kritis di wilayah BBWS Cimanuk-Cisanggarung dengan intensitas hujan yang tinggi, titik itu bisa bertambah. BBWS melakukan survei titik kritis ada juga hasil laporan masyarakat,\" jelas Ismail saat Open Mic di halaman BBWS CC, Kota Cirebon, Kamis (2/12).
Langkah penanggulangan yang dilakukan BBWS CC berupa pemeliharaan infrastruktur sungai. Dalam sebulan, paling cepat, ada empat titik kritis yang diperbaiki. Itu pun sifatnya perbaikan ringan berupa pasang krucuk atau bronjong untuk menahan air tak meluber ke pemukiman.
Dijelaskan Ismail, upaya penanggulangan sekecil apapun bakal lebih berarti jika mendapat dukungan dari semua lapisan masyarakat. Masyarakat bisa berpartisipasi mencegah daya rusak air dengan tidak membuang sampah di sungai, tidak mendirikan bangunan di atas bibir sungai atau sempadan.
Untuk itu, Ismail menegaskan, penanggulangan daya rusak air menjadi tanggung jawab banyak pihak. BBWS CC mempunyai mitra dari unsur masyarakat. Di kalangan TKPSDA ada KTNA (Kontak Tani Nelayan Andalan) di Indramayu, di Brebes ada HKTI (Himpunan Kerukunan Tani Indonesia, ), di Garut ada Gapoktan Wana Lestari Mandiri serta di Kuningan ada PMTH.
Di kalangan KPS ada Rajadana dari Sumber Cirebon, Wong Losari dan Jagakali Tabalong serta sejumlah KPS lain dari berbagai daerah di wilayah kerja BBWS CC. Juga terbuka partisipasi dari masyarakat baik kelompok maupun individu.
\"Untuk kerusakan kecil, masyarakat bisa berpartisipasi melakukan perbaikan secara swadaya. Tidak perlu tunggu BBWS CC. Karena tim BBWS itu sangat terbatas. Tanpa partisipasi dari masyarakat tidak akan maksimal,\" kata Ismail.
Menurut Ismail, keberadaan sungai dan waduk sangat penting bagi masyarakat. Terutama bagi petani untuk irigasi. Selain itu, juga bisa menjadi sumber air baku untuk kebutuhan konsumsi sehari-hari. \"Harus dijaga bersama,\" jelasnya.
Hal itu sudah dibuktikan oleh Gapoktan Wana Lestari Mandiri, Garut. Ketua Gapoktan, Aceng Farhan Taufiq membenarkan, dengan menjaga kelestarian sungai, petani di wilayahnya memetik hasil manis. Di sekitar hulu Sungai Cimanuk, Garut, dilakukan konservasi dengan menanam kopi.