RAKYATCIREBON.ID - Keputusan pemerintah menetapkan seluruh wilayah penerapan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) level 3 di momen natal dan tahun baru (nataru), 24 Desember 2021 sampai 2 Januari 2022 dikeluhkan pengelola objek pariwisata. Salah satunya dari Cirebon.
Kepala Bagian Pemandu dan Pemeliharaan Goa Sunyaragi, Jajat Sudrajat menegaskan, jika jadi diterapkan, PPKM Level 3 tak boleh tebang pilih. Jika objek wisata tradisional diperintahkan tutup, maka mal pun harus tutup. “Karena mal juga sama tempat wisata belanja,” jelas Jajat.
Dia menjelaskan, nataru bagi pengelola objek wisata dianggap sebagai momen ‘panen’. Jumlah kunjungan ditaksir mengalami peningkatan dibanding hari biasa. Sehingga PPKM level 3 saat nataru dianggap pukulan telak penghancur momen ‘panen’.
“Saya sebagai pelaku pariwisata mempertanyakan hal ini. Kok tiba-tiba drastis menaikan level 3. Dasarnya apa? Tolok ukurnya apa? Libur tahun baru adalah momen yang kami tunggu,” ujar Jajat.
Jajat menyayangkan, di saat geliat pariwisata mulai bangkit di Kota Cirebon seiring level PPKM yang makin menurun, malah dirusak oleh kebijakan ‘sapu jagat’ pemerintah pusat.
Jajat menilai, kebijakan tersebut kurang tepat. Pasalnya, dipastikan berimbas pada pelaku usaha pariwisata. Mulai dari pengelola objek, pengusaha tour and travel, hingga kuliner.
“Belum lagi tour and travel. Jauh-jauh dia sudah setting, jauh-jauh sudah booking tempat. Booking acara. Belum teman seniman pentas. Yang selama ini tiarap sekarang momen level 1. Jadi mohon maaf saya selaku pengelola pariwisata agak keberatan,” kata dia.Menurut Jajat, pemerintah tak perlu menerapkan PPKM level 3 di seluruh wilayah pada momen nataru. Jika ada kekhawatiran terjadi kerumunan yang berpotensi menularkan Covid-19, maka prokes di tempat wisata harus diperketat. “Bukan membatasi dengan PPKK level 3,” ujar Jajat.
Menurut Jajat, pemerintah seharusnya mengkaji ulang rencana tersebut. Jika benar-benar dilakukan PPKM level 3, maka harus ada kompensasi bagi pelaku pariwisata yang terimbas kebijakan tersebut.
“Kompensasi apa yang kami terima. Baik saya sebagai pelaku pariwisata, para seniman, seniman pentas, pelaku hiburan malam. Jadi jangan dalam hal ini juga pemerintah daerah statmennya mendukung-mendukung. (Tidak memikirkan) bagaimana kompensasi sampai sekarang,” tambah dia.
Jajat miris, baru sebentar menikmati manisnya ramai kunjungan wisata malah diperketat lagi. Bahkan terancam ditutup sementara. “Baru saja bangun sudah disikat lagi harus tiarap. Jadi tolonglah di dalam melakukan keputusan jangan pertimbangkan sepihak. Level 1 langsung dinaikan level 3,” tambah Jajat. (wan)