RAKYATCIREBON.ID– Persoalan yang menimpa anak dan kaum perempuan hingga saat ini masih terbilang tinggi. Menyikapi kondisi ini Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Cabang Indramayu bersama KPI Wilayah Jawa Barat menyiapkan kader konselor yang akan disebar ke desa-desa.
Untuk membekali kader konselor tersebut, selama 2 hari, Rabu hingga Kamis (13-14/10), diselenggarakan pelatihan untuk membekali 30 orang yang menjadi pesertanya. Sebanyak 20 orang dari Indramayu, dan 10 lainnya dari beberapa daerah di luar Indramayu.
Kegiatannya bekerjasama pula dengan Unit Pelayanan dan Pengembangan Psikologi (UP3) Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia Jakarta.
Tiga pemateri yang dihadirkan adalah Maryam Alatas MPsi, Dr Muhammad Fakhrurrozi MPsi, dan Kristina MPsi.
Sekwil KPI Jawa Barat, Darwini SPdI menyampaikan, pelatihan konselor yang diselenggarakan dinilai sangat penting. Pasalnya, kekerasan terhadap perempuan dan perkawinan anak merupakan fenomena gunung es.
Dimana angka kasus kekerasan terhadap perempuan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan apa yang digambarkan didata kasus. Peningkatan angka kekerasan terhadap perempuan dan perkawinan anak menunjukan belum adanya perlindungan yang adil gender.
“Kekerasan terhadap perempuan dan perkawinan anak akan berdampak buruk pada kesehatan mental perempuan dan tumbuh kembang anak perempuan, serta akan mengalami trauma selama hidupnya. Sementara peran lembaga layanan yang ada belum maksimal dan terinformasikan sampai ke tingkat desa, perempuan anak perempuan korban kekerasan juga tidak disediakan ruang untuk mendapatkan hak pendampingan psikologi, sehingga perempuan mengalami trauma yang berkepanjangan,” paparnya diamini Sekcab KPI Indramayu, Yuyun Khoerunnisa SPd.
Disamping itu, juga masih terbelenggu oleh berbagai praktik keagamaan, social, politik, hukum dan budaya, yang gagal menghormati hak-hak perempuan dan anak perempuan.
Anak perempuan yang terikat perkawinan akan mengalami peminggiran dari lingkungan anak-anak maupun lingkungan ibu, serta kehilangan kesempatan untuk menikmati hak-haknya. Dalam hal ini sinergitas antar lembaga di tingkat kabupaten semestinya harus bisa berjalan.
“Kalau ada konselor di tingkat desa minimal cepat tahu dan ada penanganan pertama. Harapannya di Indramayu di samping kebijakannya ada juga ada lembaga layannnya, selama ini tidak ada,” katanya.
Karena itu konselor telah dilatih agar bisa melakukan penanganan pertama. Sinergitas antar lembaga di tingkat kabupaten semestinya harus bisa berjalan. Perda perlindungan anak dan perempuan memang sudah ada, tapi implementasinya yang tidak ada.
Sementara itu, Ketua DPRD Kabupaten Indramayu, H Syaefudin SH saat menghadiri pembukaan kegiatan tersebut menyampaikan, pelatihan yang diselenggarakan KPI memiliki nilai positif untuk mengatasi berbagai persoalan pada anak dan kaum perempuan.
Terlebih lagi pesertanya dibekali ilmu pengetahuan, dan wawasan yang dapat digunakan untuk penanganan dasar ketika terjadi persoalannya di masyarakat.
“Dari data berbagai pihak, itu persoalannya seperti gunung es. Ada KDRT, trafiking, pelecehan seksual, dan lainnya. Makanya kegiatan ini berkaitan dengan sumber daya manusia untukk penanganannya akan tersedia,” kata dia.
Secara kelembagaan, DPRD akan mendorong pemerintah daerah dan mensinergikan anggaran untuk serius dalam penanganannya. Ia tidak ingin hanya fokus pada pembangunan fisik saja, karena pembangunan manusia juga sangat penting. Apalagi diperhadapkan dengan IPM Indramayu yang masih rendah. Ditambah lagi Indramayu sebagai daerah dengan kemiskinan ekstrim.