RAKYATCIREBON.ID – Anggota DPRD Provinsi Jabar, Daddy Rohanady mempertanyakan efektifitas kebijakan penambahan waktu PPKM. Karena hampir semua pedagang kini meradang.
Mereka merasa bernasib sama. Otak mereka diperas agar tabungan dan isi rumah tidak terkuras.
Repotnya yang tak punya tabungan, bantuan yang ada pasti tak cukup. Apalagi kalau larangan diperpanjang bagaimana menyambung hidup kalau dagang dilarang.
Memang tidak boleh putus asa. Jika tak ada jalan keluar, Solusi seakan buntu. Dilarang berkerumun dan semua dibatasi, tapi perut harus diisi.
\"Mereka butuh makan maka tetap harus ada jalan. Jangan menunggu amuk rakyat. Kalau itu terjadi, birokrasi tak lagi punya arti,\" katanya.
Pilihannya, antara hidup dan mati. Kalau terus dibiarkan rakyat tak lagi punya pilihan. PPKM Darurat memang sudah berakhir pada 20 Juli 2021 lalu berbarengan dengan Idul Adha 1442 H. Penerapan kebijakan tersebut di satu sisi sukses mencegah pergerakan masyarakat yang semula dikhawatirkan akan pulang kampung.
Kini Presiden Jokowi mengubahnya, menjadi PPKM berlevel. Mayoritas wilayah pun menerapkan kebijakan wilayahnya di level 4. Sebenarnya, tidak terlalu banyak perbedaannya antara PPKM Darurat dengan PPKM level 4. Hanya ada beberapa bagian yang dilonggarkan. Tujuannya sama, mengurangi kemungkinan penyebaran covid-19.
“Tapi manusia memang butuh sehat, tetapi dia juga butuh makan,” tegasnya.
Andai kemudian kebijakannya seratus persen tak boleh berjualan, politisi Gerindra itu khawatir menjadi kebijakan yang kontraproduktif. Di satu sisi kita ingin memperhatikan kesehatan, tanpa mengabaikan sisi recovery ekonomi.
“Misalnya, para pedagang asongan, pasti tidak setuju dengan PPKM Darurat. Mereka mayoritas baru bisa makan dari hasil penjualan hari itu. Bagi mereka, makan tidaknya hari itu --atau maksimal besok-- sangat bergantung pada hasil penjualan hari ini. Lantas, apa yang akan terjadi jika mereka dilarang berjualan?,” terangnya.
Kalaupun pemerintah akan mengeluarkan bansos. Bukankah sudah dinyatakan bahwa besarannya Rp600.000 per keluarga per bulan. Cukup untuk memenuhi kebutuhan perbulan. Tentu tidak.
Lalu, bagaimana dengan keluarga yang tidak mendapat bansos, Mereka bisa dipastikan akan tetap berdagang atau melakukan kegiatan lainnya yang diharapkan bisa memenuhi kebutuhan keluarganya. Mereka juga pasti menyadari risiko yang harus ditanggung.
“Jadi, kebijakan kita harus dipikirkan secara matang. Kalau sudah berkaitan dengan perut, semua tak lagi takut maut,” pungkasnya. (zen)