RAKYATCIREBON.ID – Ada beberapa objek wisata di Kabupaten Cirebon belum menempuh proses rekomendasi izin pariwisata. Para pengusahanya, belum melaporkan potensi wisata yang mereka kelola.
Hal itu, sebagaimana disampaikan Kabid Pariwisata Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga (Disbudparpora) Kabupaten Cirebon, Nana Mulyana mengatakan pihaknya meminta untuk perwakilan owner terlebih dahulu melakukan ekspose di Disbudparpora.
“Bagaimana dia memaparkan ekspose design enginering. itu sampai hari ini temen-temen datang ke Disbudparpora belum pernah sounding untuk memaparkan bagaimana sih design enginering, seperti apa ploting-ploting nya itu belum,” kata Nana, Kamis (27/5).
Pihaknya menegaskan untuk tidak melangkah lebih jauh sebelum ada ekspose dari para pengusaha objek wisata tersebut.
“Yang kedua terkait perizinan kan tidak semudah membalikkan telapak tangan, kita harus telaah dulu. Peruntukan lahan itu buat apa, awalnya,” katanya.
Adapun terkait mekanisme rekomendasi dari Disbudparpora, kata Nana, pihaknya terlebih dahulu harus membaca aturannya. Namun, jika tidak sesuai dipastikan pihaknya tidak memberikan rekomendasi sampai kapanpun.
Sementara ini yang tercatat kurang lebih ada 10 objek wisata yang sudah terdaftar di Disbudparpora. Masih banyak objek wisata yang ada di Kabupaten Cirebon yang belum melaporkan usahanya.
\"Baru 10 usaha pariwisata yang sudah terdaftat di Disbudparpora, yang lainnya belum. Bukan mempersulit, saya yes, tapi kan harus ada kejelasan, kejelasan dalam arti aturan kan terpisah ada aturan perizinan dan tematik konsep marketing,” katanya.
Meski demikian, menurut dia, objek wisata memang diakui secara pariwisata memang mendukung. Karena akan membantu Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Cirebon. Selain itu juga, imbau Nana, pengusaha diharuskan menjaga serta tidak menghilangkan kesan kearifan lokal melalui tematiknya. Bukan malah menonjolkan budaya dari luar Cirebon.
Terlebih, sambung Nana, Ada MoU yang dikategorikan untuk membangun geliat ekonomi rakyat, bukan untuk memperkaya diri. Yakni dengan melibatkan tokoh masyarakat, pemuda, kelompok sadar wisata. Pembangunannya, samsbung dia, melalui konsep BPBD, seperti ada take and give untuk perkembangan untuk ekonomi desanya.
Begitupun perjanjian kerja, kata dia, wajib dibuat minimal 10 tahun perjanjian. Diperbarui bisa 2 tahun per 3 tahun, Untuk mengantisipasi pergantian kepala desa.
“Adapun bisa diperbarui dengan perjanjian bagi hasil 70:30 persen, konsepnya ada 60:40 persen. Nanti bisa, karena pertama modal lebih gede dulu lah pihak ketiga vendor, sesudah maju balik modal kita balik bisa 40 untuk vendor dan 60 persen untuk pihak desa. Karena terkait juga ada kontribusi untuk geliat perekonomian masyarakat,” pungkasnya. (zen)