RAKYATCIREBON.ID-Politik dinasti memungkinkan kontestan yang tidak berkualitas (tidak kompeten, tidak berintegritas) menjadi pejabat publik. Sampai dengan saat ini, tidak dapat dimungkiri bahwa politik dinasti dalam demokrasi juga bisa menjadi salah satu sumber bagi kekuasaan yang korup dan tidak kompeten.
\"Politik dinasti memungkinkan kesinambungan kekuasaan satu keluarga atau kerabat sehingga membuka peluang untuk korupsi,\" kata Pendiri Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Saiful Mujani, dalam diskusi \"Polemik Politik Dinasti di Indonesia\", Jumat (16/10/2020).
Dijelaskan Saiful, politik dinasti adalah politik atau kekuasaan seseorang yang diperoleh karena ikatan darah atau kekerabatan yang dimiliki. Semua berhubungan dengan kekerabatan orang lain yang telah memiliki jabatan publik.
Selama ini, menurutnya, demokrasi adalah satu bentuk sistem pemerintahan yang menolak kekuasaan atas dasar ikatan darah atau kekerabatan yang tidak dipilih rakyat seperti sistem kerajaan atau kesultanan.
Namun demikian, demokrasi di Indonesia merupakan demokrasi yang bertumpu pada suara individu rakyat yang tentunya juga tidak bisa meniadakan politik dinasti. Artinya, demokrasi tidak bisa menolak seseorang yang punya ikatan kekerabatan dengan seorang pejabat publik untuk ikut bersaing dalam pemilihan yang demokratis.
\"Demokrasi tidak bisa menghapus atau melarang orang unutk ikut kontestan politik karena ada ikatan dinasti. Namun demokrasi juga memberikan orang untuk mengevaluasi orang-orang yang punya ikatan dinasti,\" ucapnya.
Selama ini, dikatakan Saiful, demokrasi tidak bisa mencegah penerapan politik dinasti sejauh masyarakat mendukung yang bersangkutan. Akumulasi sumber daya ataupun korupsi bisa dilakukan siapapun, baik yang berpolitik atas dinasti maupun bukan.
\"Ini persoalan rule of law dan berlaku bagi siapapun dan bukan persoalan demokrasi. Adalah sebuah kenyataan bahwa politik dinasti dalam demokrasi melahirkan kekuasaan yang korup,\" ujarnya.
Namun demikian semuanya lebih berkaitan dengan tingkat perkembangan kualitas politik dan sumber daya manusia itu sendiri. Mengingat kondisi itu juga merupakan sumber bagi demokrasi, tetapi bukanlah prinsip dari demokrasi.
Salah satu mencegah maraknya politik dinasti, salah satu caranya adalah menolak dan melawan politik dinasti itu sendiri. Seperti tidak memilih calon-calon yang memiliki hubungan kekerabatan dengan kekuasaan publik.
\"Menolak dan kampanye melawan politik dinasti agar calon yang punya ikatan dinasti tersebut tidak menjadi pejabat publik. Semua karena adanya kekhawatiran dengan kemungkinan dampak negatif yang mungkin ditimbulkan,\" ujar Saiful.
Menurutnya, melawan politik dinasti, seperti juga melawan politik lain yang menghambat bagi perbaikan kualitas kepemimpinan nasional maupun daerah dan bagi perbaikan kualitas pelaksanaan demokrasi. Semua adalah langkah yang sah secara demokratis dan mendesak dilakukan oleh semua pihak yang peduli dengan kualitas kepemimpinan publik dan demokrasi secara umum. (*)