MASYARAKAT Cirebon berduka telah ditinggal salah seorang putra terbaiknya, Nurdin M. Noer. Almarhum dikenal luas sebagai salah seorang Budayawan Cirebon yang kental dengan speak up basa Cirebon. Sekurangnya itu pengalaman saya sejak melakukan riset naskah kuno Cirebon, tahun 2008. Sekalipun, jauh sebelum itu Kang Nurdin, demikian sapaan akrabnya, popular pula dengan tulisan puisi maupun seni sastra lainnya.
Pertengahan tahun 2013, saya berkesempatan ikut hadir dalam kongres bahasa Cirebon kedua. Sebagai wong Cerbon, tentu merupakan kehormatan dapat berpartisipasi aktif dalam perhelatan akbar para budayawan Cirebon. Saya lupa, 7 tahun sebelumnya, tahun 2006 dalam kongres bahasa Cirebon pertama, apakah ikut hadir aktif atau sekadar datang saja, maklum saat itu belum terjun langsung di lapangan terkait budaya Cirebon. Saya hanya kenal beberapa budayawan saja, selain kang Nurdin, juga kang Syubbanudin Alwi, bang Dino dll.
Pada kongres II tersebut, saya juga kebetulan sedang riset tentang naskah kuno Cirebon, sehingga kehadiranku tentu saja sekaligus menjumputi data dan informasi terkait bahasa Cirebon dari para budayawan dan pengkajinya. Saat itu, Cirebon yang dipahami bukanlah wilayah geografis teritorial pemerintah daerah semata tetapi Cirebon yang geokultural, makanya selain wilayah III Cirebon juga masuk Subang, Kerawang, dan Bekasi untuk pantura barat, sedangkan yang timur masuk juga Brebes dan Tegal. Adapun catatan saya, lebih jauh lagi, hingga se antero Nusantara. Salah satunya pengaruh naskah kuno Syatariyah Cirebon.
Bahasa Cirebon memang menarik sebagai ranah kajian, baik dari naskah kunonya, seni pertunjukkn ataupun tradisi lisan dst. Karena itu kongres bahasa Cirebon sangat relevan dan kontekstual. Koran berbahasa Cirebon juga sering hadir, terutama dalam edisi khusus pada hari tertentu, seperti Rabu misalnya, seperti Pikiran Rakyat edisi Cirebon atau Mitra Dialog Cirebon. Kang Nurdin sering pula mengisi rubriknya, baik puisi, opini atau lainnya.
Sejak tahun 2013, koran berbahasa Cirebon telah hadir di masyarakat dengan nama \"Koran Cirebon\". Sekalipun bukan kang Nurdin yang menggawangi, tetapi hal itu menambah pentingnya bahasa Cirebon saat ini bagi siapa saja. Semoga korannya masih terbit, sekalipun tanpa dukungan pemerintah daerah. Dalam rubrik berbahasa Cirebon topiknya juga beragam, selain seni dan budaya. Sayangnya, tampaknya naskah kuno Cirebon belum banyak dieksplorasi dalam koran tersebut.
Selamat jalan menghadap sang Kholik, kang Nurdin, semoga husnul khotimah dan menjadi amal salih atas sumbangsihnya pada budaya Cirebon, khususnya. Saya menyakini bahwa apa yang telah dilakukan kang Nurdin telah menginspirasi banyak kader-kader muda yang konsen dan menggeluti budaya Cirebon. Lahul fatihah.
Wallahu a\'lam bish shawab (*)
*Oleh Mahrus eL-Mawa, Pegiat Cirebon Studies tinggal di Pamulang