Dia menjelaskan, prosedur eksekusi sendiri melalui berbagai tahapan dan proses. Proses eksekusi melalui penelaahan yang berlapis dari petugas di PN Cirebon.
Mulai dari pemeriksaan di depan petugas PTSP sebatas ceklis syarat, setelah itu pemeriksan di Panmud Perdata. Kemudian laporan kepada Ketua PN, dari ketua dilaporkan kepada Panitera.
\"Terakhir ke tim telaah dan dari tim telaah itu nanti baru dianggap layak atau tidak untuk di eksekusi. Sebelum eksekusi juga ada upaya PN untuk mediasi penggugat dan tergugat kami pertemukan dulu,\" ujar dia.
Kuasa Hukum Keluarga Rahardjo, Erdi Soemantri mengatakan, ajudikasi yang dilakukan tahun 2004 tidak telaksana karena terdapat kendala salah satunya biaya.
\"Biaya yang di butuhkan cukup besar mengingat lokasi yang di ajudikasi juga cukup besar meliputi dua wilayah pengadilan yaitu Pengadilan Negeri Cirebon di wilayah kota dan Pengadilan Negeri Sumber di kabupaten,\" kata Erdi.
Dia menyebutkan, saat dilakukan ajudikasi fisik terungkap fakta hukum yang menunjukkan adanya indikasi tindak pidana dari keluarga Termohon.
\"Fakta tersebut yang kita ketahui dari keterangan Pejabat Pertanahan pada saat itu. Saat itu juga terdapat rotasi dan mutasi pejabat di institusi masing-masing jadi prosesnya tertunda cukup lama,\" sambung dia.
Hingga tahun 2010, kata Erdi, pihak PN menyarankan untuk melakukan ajudikasi data. Erdi menyebutkan, saat melakukan ajudikasi data sesuai penetapan, tidak terdapat berita acara.
Oleh karena itu proses eksekusi dianggap masih menggantung cukup lama hingga para pemohon yakni Ratu Manawijah dan Ratu Sophie Djohariah meninggal dunia.
\"Pemohonan eksekusi dilanjutkan kembali oleh para ahli waris nya yang baru saya ajukan pada 2019 kalau ga salah karena terdapat surat dari Bawas MA untuk mempertanyakan kelanjutan eksekusi nya. Di pertengahan pengajuan permohonan kami terkendala kembali sehingga tertunda dan pada 24 agustus 2020 kemarin kami ajukan kembali permohonan eksekusi,\" ujar Erdi. (wb)