RAKYATCIREBON.ID-Kasus penanganan perkara Rohadi, mantan pegawai negeri sipil (PNS) di Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut), yang telah divonis 7 tahun penjara terkait perkara suap menyita perhatian publik belakangan ini.
Dalam dokumen yang didapat rakyatcirebon.id, Putusan No. 68/Pid.sus/TPK/2016/PN.Jkt.Pst tercatat pada tanggal 10 Mei 2016 menjelang sidang pembacaan eksepsi, Berthanatalia Ruruk Kariman menerima telepon dari Karel Tupu (suaminya) yang menanyakan tentang persidangan perkara atas nama Saipul Jamil dan menyampaikan agar Berthanatalia Ruruk Kariman menemui Ifa Sudewi untuk meminta bantuan perkara Saipul Jamil. Usai sidang Berthanatalia Ruruk Kariman menemui hakim Ifa Sudewi menanyakan penangguhan penahanan dan putusan sela.
Namun, Ifa menjawab, perkara Saipul telah menjadi sorotan publik, sehingga penangguhan penahanan tidak dapat dikabulkan.
Meski demikian, Ifa menyatakan bahwa ia akan membantu Bertha dalam putusan akhir.
Ifa berjanji untuk membantu menetapkan Saipul mendapat vonis ringan, dengan tidak menggunakan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
\"Hakim akan membuktikan Saipul melanggar Pasal 292 KUHP, asal Bertha memeroleh bukti bahwa korban Saipul, Dede Sulton, sudah dewasa dan bukan anak-anak,\" kata Jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Kemudian, pada 13 Juni 2016, Bertha kembali menemui Ifa di ruang kerja hakim di PN Jakut.
Menanggapi hal tersebut, Rohadi melalui kuasa hukumnya dari Kantor Hukum Yanto Irianto, SH, MH & Partners menyatakan bahwa telah terbukti secara nyata dan terang benderang terjadi kekhilafan hakim dalam putusan pemohon Peninjauan Kembali terpidana Rohadi atas Putusan No. 77/Pid.sus/TPK/2016/PN.Jkt.Pst tanggal 8 Desember 2016 yang menyatakan bahwa Rohadi adalah sebagai pelaku utama.
\"Hal ini sangat bertentangan dengan putusan Berthanatalia Ruruk Kariman No. 68/Pid.sus/TPK/2016/PN.Jkt.Pst tertanggal 21 Nopember 2016 dan yang sudah berkekuatan hukum tetap sebelum putusan terdakwa di ucapkan dimana pada halaman 20,\" ungkapnya, Senin (10/2).
\"Rohadi adalah sebagai penghubung, ini fakta hukum yang harus Mahkamah Agung ketahaui jangan sampai menghukum seseorang tidak dengan ketentuan hukum dan asal asalan,\" pungkas Yanto. (*)