Wuhan dan Kebohongan China

Senin 27-01-2020,08:07 WIB

RRC tak bisa dipercaya, maklum negara komunis. Menghalalkan segala cara khususnya berbohong. Kasus novel coronavirus (nCoV) yang berbahaya bukan hanya untuk China tetapi juga dunia, masih dibuatkan cerita yang tak jelas.

China tidak akan mengaku ada kebocoran di pabrik bio farmacy atau laboratorium virologi. China tidak akan mengaku bahwa percobaan pembudidayaan virus corona itu hasil curian riset dari Kanada. China pun tidak akan mengakui bahwa jumlah korban seratus kali lipat dari yang diumumkan secara resmi.

Dan sudah pasti China tak membuka informasi bahwa jumlah muslim di Wuhan cukup besar. China akan mengarang cerita logis tentang sebab virus corona adalah pasar ikan. Pasar yang nyatanya bukan hanya menjual ikan tetapi katak, tikus, ular, buaya dan kelelawar. Makanan “ekstrem” yang dimakan oleh orang-orang “radikal”.

Karantina adalah upaya kemestian, akan tetapi warga China sudah menyebar kemana mana. Temuan virus “made in China” ini sudah lebih dari di dua belas negara. Jonathan Reed periset Inggris menduga dalam waktu dekat korban akan semakin signifikan jumlahnya. 10.000 meninggal dan 250.000 terjangkit.

Jikapun iya penyebabnya adalah khewan ekstrim di atas, maka bisa difahami kewajarannya dari sisi mengkonsumsi makanan yang tak wajar. Menurut agama tidak halalan thoyyibah. Bukan saja soal menyembelih tanpa bismillah atau tegas keharamannya akan tetapi memang berlebihan. Tidak normal bersensasi makan katak, ular, kalajengking, tikus ataupun kelelawar. Mengada ada dan tentu mengandung penyakit.

Soal bohong memang habitat komunisme. Menghalalkan segala cara demi tujuan tercapai. Soal virus corona jika jujur akan membongkar borok China sendiri.

Memang dunia kadung tidak simpati pada keangkuhan pemerintahan Xi Jinping. China kini seolah menjadi musuh banyak negara. Imperiumnya dikhawatirkan. Henry Kissinger malah menyebut China sukses dan telah menang melawan AS.

Kini kita khawatir nasib muslim Uighur di Xinjiang yang mungkin saja menjadi target penularan nCoV ketika mereka sedang dikurung di kamp kamp “reedukasi”. Wabah ini bisa diarahkan untuk membunuh muslim.

Sementara para “tahanan” tidak bisa bergerak kemana mana. Pemerintah Beijing sebagaimana biasa tentu siap dengan seribu alasan kebongannya.

Pemerintah Indonesia kurang aktif melindungi warga negara di tengah epidemi virus corona. Ada 90-an mahasiswa Aceh berada di Wuhan perlu pemantauan dan penanganan. Lalu ada ratusan turis China masuk ke Sumbar dan Batam. Rasanya didiamkan saja, bahkan di Sumbar disambut hangat Gubernur segala. Mereka menjadi potensi dan bahaya penyebaran.

Presiden Jokowi  harus mengambil kebijakan tegas memulangkan turis demi keamanan negeri. Negara lain saja telah menutup pintu bagi para pelancong dari China. 

M Rizal Fadillah

Pemerhati politik

Tags :
Kategori :

Terkait