Total Suap Rp 22,23 M, KPK Tetapkan 2 Pejabat BPN Tersangka Gratifikasi HGU

Sabtu 30-11-2019,12:39 WIB

RAKYATCIREBON.ID-Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan dua pejabat Badan Pertanahan Nasional (BPN), Gusmin Tuarita dan Siswidodo, sebagai tersangka tindak pidana korupsi. Keduanya diduga menguntungkan diri sendiri dan menyalahgunakan jabatannya dengan menerima gratifikasi dalam rangka pemberian Hak Guna Usaha (HGU). Total suap yang diduga diterima keduanya mencapai Rp22,23 miliar.

Pengumuman penetapan tersangka berlangsung Jum’at (29/11) malam, disampaikan Wakil Ketua KPK Laode M Syarif, dan Juru Bicara KPK, Febri Diansyah. \"KPK meningkatkan status perkara dugaan penerimaan gratifikasi oleh Pejabat Badan Pertanahan Negara terhitung tanggal 4 Oktober 2019, dengan dua orang tersangka, GTU selaku Kepala Kantor Wilayah BPN Kalimantan Barat (2012-2016) dan Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Jawa Timur (2016-2018), dan SWD selaku Kabid Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah kantor BPN Wilayah Kalimantan Barat,\" jelas Laode.

Perkara ini bermula ketika Gusmin menjadi Kakanwil BPN di Kalimantan Barat pada 2012-2016 dan Kakanwil BPN Jawa Timur. Dalam jabatannya sebagai Kakanwil, Gusmin  mempunyai kewenangan dalam pemberian hak atas tanah sebagaimana diatur dalam Peraturan Kepala BPN Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak atas Tanah dan Kegiatan Pendaftaran Tanah. Kewenangan itu antara lain pemberian HGU atas tanah yang luasnya tidak lebih dari 2 juta meter persegi.

Dalam melaksanakan tugas dan kewenangan tersebut, tersangka GTU selaku Kakanwil BPN Kalimatan Barat dibantu tersangka Siswidodo selaku Kepala Bidang Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah Kantor Wilayah BPN Provinsi Kalimantan Barat, dan pada tahun 2016 selaku Kepala Bidang Hubungan Hukum Pertanahan. Dalam periode 2013-2018, tersangka GTU diduga menerima sejumlah uang dari para pemohon hak atas tanah termasuk pemohon HGU, baik secara langsung dari pemohon hak atas tanah maupun melalui tersangka SWD.

Siswidodo diduga memberikan uang secara tunai kepada tersangka GTU di kantor atau di rumah dinas. \"Atas penerimaan uang tersebut, tersangka GTU telah menyetorkan sendiri maupun melalui orang lain sejumlah uang tunai dengan total sebesar Rp22,23 miliar,\" terangnya. Uang tersebut disetorkan ke beberapa rekening miliknya pribadi, rekening milik istri dan anak-anaknya.

Pemohon HGU memberikan uang melalui Siswidodo, lalu diberikan kepada tersangka GTU. Uang tunai dari pemohon hak atas tanah dikumpulkan untuk digunakan sebagai biaya operasional tidak resmi. \"Sebagian dari uang digunakan untuk membayarkan honor tanpa kuitansi, seremoni kegiatan kantor, rekreasi pegawai ke sejumlah tempat di NTB, Malang dan Surabaya, serta peruntukan lain. Tersangka SWD juga memiliki rekening yang menampung uang dari pemohon hak atas tanah tersebut dan digunakan untuk keperluan pribadi,\" tuturnya.

Dalam proses penyidikan kasus ini, sejak penyidikan dimulai, KPK sudah mengagendakan pemeriksaan terhadap 25 orang saksi yang terdiri dari unsur swasta dan pegawai negeri. Mereka diantaranya PNS di BPN Kantor Wilayah Kalbar dan Kantor Pertanahan Pontianak, Kepala Kantor Pertanahan di daerah lain di Kalbar dan sejumlah Direksi, Kepala Divisi Keuangan dan pegawai perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan Sawit di Kalbar.

Selain itu, KPK juga telah melakukan pemeriksaan terhadap tersangka Siswidodo pada Kamis, 28 November 2019. Pemeriksaan tersangka Gusmim sudah dijadwalkan pada 25 November lalu, namun yang bersangkutan tidak datang. Menurut Laode, tersangka akan dipanggil kembali sesuai kebutuhan penyidikan.

KPK juga telah berupaya melakukan pencegahan di BPN, khususnya pengendalian gratifikasi. Saat ini telah ada aturan khusus di BPN, yaitu Peraturan Kepala BPN No. 15 Tahun 2013 tentang Pengendalian Gratifikasi di Lingkungan BPN. Seharusnya, menurut Syarif, aturan ini dipatuhi seluruh pejabat BPN. KPK meminta pihak inspektorat di BPN dapat lebih serius melakukan pengawasan di internal terhadap praktek pungutan liar ataupun gratifikasi oleh pejabat BPN sehubungan dengan pelayanan ke masyarakat dalam pendaftaran tanah.

Syarif mengatakan praktek penerimaan gratifikasi ini sangat memprihatinkan karena mestinya para pejabat negara di BPN melayani masyarakat, baik perorangan maupun perusahaan terkait Pertanahan. Namun dalam kasus ini para pejabat tersebut diduga menguntungkan diri sendiri dan menyahgunakan kewenangannya.

\"Hal ini tentu dapat saja mendorong praktek ekonomi biaya tinggi dan juga tidak tertutup kemungkinan menjadi faktor penghambat investasi. Terutama bagi pelaku usaha yang ingin mendirikan usaha perkebunan/pertanian dan sejenisnya, harus mengeluarkan biaya illegal dan prosesnya dipersulit,\" tegasnya.

Atas perbuatan tersebut baik Gusmin maupun Siswidodo disangkakan Pasal Pasal 12 B UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Tags :
Kategori :

Terkait