JELASKAN. Pakar Hukum Tata
Negara dan Otonomi Daerah, Dr H Sugianto SH MH angkat suara terkait usulan Perppu
untuk anulis UU KPK. Dia memilih mengajak publik ajukan Yudicial Review lewat
MK.
|
RAKYATCIREBON.CO.ID – Pakar Hukum Tata
Negara dan Otonomi Daerah, Dr H Sugianto SH MH angkat suara terkait usulan dikeluarkannya
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) oleh Presiden Joko Widodo.
Sebagai upaya pembatalan Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UUKPK) yang
ditolak publik.
Sugianto menilai, penerbitan
Perppu tak bisa sembarangan. Meski hak prerogatif presiden, Perppu baru bisa
diterbitkan jika ada kegentingan yang memaksa.
“Pertama Perpu itu
dikeluarkan dalam kondisi kegentingan yang memaksa. Selama tidak ada
kegentingan yang memaksa itu tidak bisa dikeluarkan dengan semena-mena,”
ungkapnya kepada Rakyat Cirebon, Selasa (1/10/2019).
Oleh karena itu, dari pada
mendesak presiden mengeluarkan Perppu, lebih baik kalangan yang menolak UU KPK
mengajukan Yudicial Review (peninjauan ulang) ke Mahkamah Konstitusi. Sugianto
mengatakan, dalam Yudicial Review, publik yang menolak UU KPK bisa menjelaskan
alasan penolakan.
“UU KPK sudah disetujui dan
disahkan pemerintah tentunya ini tidak bisa dibatalkan begitu saja kecuali
melalui pintu Mahkamah Konstitusi melalui Yudicial Review,” ucap Ketua Program Studi Hukum
Keluarga Pascasarjana IAIN Cirebon itu.
Terkait substandi UU KPK,
Sugianto menilai harus ada perbaikan. Pasal yang mengundang reaksi negatif dari
publik jadi sorotan. “Jangan sampai
terjebak dua kali seperti UU KPK dalam pembahasan RKUHP DPR ini maka harus
mendengar aspirasi publik,” katanya.
Hal itu sesuai amanat UU
12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang di dalamnya
memuat keterlibatan publik. Oleh karena itu, lanjut dia, pemerintah dan DPR
harus menyerap aspirasi publik sebelum sahkan UU.
“Itu amanat konstitusi di UU
12/2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan. Harus mendengar
aspirasi masyarakat. Publik itu sangat bermanfaat,” tukas dia. (wan)