RAKYATCIREBON.CO.ID – Sejumlah pakar menilai, pertumbuhan ekonomi di Ciayumajakuning mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Data Bank Indonesia (BI) Cirebon, pertumbuhan ekonomi di Ciayumajakuning berada di sekitar 4 persen. Pertumbuhan tersebut salah satunya karena besarnya minat para pemilik modal untuk mengembangkan usaha di Timur Jawa Barat ini.
Di Kota Cirebon saja, serapan investasi selalu mencapai target. Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Cirebon mencatat, pada 2015 dana investasi yang masuk sebesar Rp1,38 triliun.
Satu tahun berikutnya, Rp1,35 miliar dana investasi kembali masuk ke Kota Cirebon. Bahkan, DPMPTSP Kota Cirebon juga berhasil menghimpun lebih dari Rp1,6 triliun dana investasi pada 2017 lalu.
Sayangnya, pemerintah daerah (pemda) di Ciayumajakuning pada umumnya dinilai kurang kooperatif untuk membangun iklim investasi yang sehat. Hal itulah yang menyebabkan penyerapan dana investasi kurang maksimal di beberapa daerah.
Hal itu ditegaskan Anggota Komisi XI Bidang Keuangan, Perencanaan, Pembangunan dan Perbankan DPR RI, Kardaya Warnika saat menjadi pembicara pada salah satu kegiatan di Kota Cirebon, Senin (19/2).
Menurut dia, stabilitas ekonomi di tingkat pusat harusnya dibarengi dengan perkembangan investasi yang memadai.
“Investasi di daerah itu kadang-kadang pemerintahnya sendiri yang mempersulit. Proses perizinan yang banyak, harus izin ke pusat, kemudian ke provinsi, belum lagi ke pemerintah kabupatennya,” tegas dia.
Hal itu yang membuat investor berpikir dua kali untuk menanamkan modal di Ciayumajakuning. Lebih lagi, selain oknum pejabat pemerintah yang mempersulit izin usaha, tidak sedikit pula oknum non pejabat lainnya yang meminta jatah perizinan investasi.
“Belum apa-apa, sudah harus direpotkan dengan perizinan yang banyak itu baru perizinan resmi. Belum lagi perizinan non resmi. Kalau ada pembangunan ada yang bolak-balik aja, nanya macam-macam yang nggak penting,” ketus dia.
Dia membandingkan, kultur investasi Indonesia dengan China. Di China, kata Kardaya, jika ada calon investor yang datang, masing-masing pemerintah daerah berlomba-lomba mempermudah perizinan. Tujuannya, agar calon investor tertarik menanam modal atau membuat aktivitas bisnis.
“Misalnya, kalau ada calon investor di Provinsi Guangdong, gubernurnya itu berlomba-lomba menawarkan, kalau mau investasi di sini akan disediakan lahan. Provinsi lainnya juga menawarkan, kalau investasi di sini akan diberi lahan dan jalan,” ujarnya.
Sehingga, calon investor dibuat betah. Baru setelah investasi berjalan, pemerintah mewajibkan investor untuk bayar pajak. “Karena kalau komunikasi dengan investor itu kita tidak boleh terlalu keras, juga tidak boleh terlalu longgar. Yang sedang-sedang saja,” lanjut dia. (wan)