RAKYATCIREBON.CO.ID - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Kuningan, menggelar Bimtek tentang sengketa hukum dan proses penyelesaian dalam Pilkada Serentak tahun 2018, di salah satu hotel, kemarin.
Kegiatan tersebut diikuti sebanyak 64 peserta yang terdiri dari anggota PPK Divisi SDM dan Parmas dan Divisi Hukum seKabupaten Kuningan.
Komisioner Divisi Hukum KPU Kuningan Jajang Arifin mengatakan, ada pun sumber rujukannya yakni UU No 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014, tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang.
UU nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015, tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang.
Menurut Jajang, yang menjadi sumber rujukan lainnya adalah perubahan kedua atas undang-undang nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti undang-undang nomor 1 tahun 2014, Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang; dan PKPU No 25 Tahun 2013 tentang Penyelesaian Pelanggaran Administrasi Pemilihan Umum.
“Untuk jenis pelanggaran dalam Pilkada, meliputi pelanggaran kode etik, pelanggaran administrasi, sengketa pemilihan, tindak pidana pemilihan sengketa tata usaha negara, dan perselisihan hasil pemilihan,” kata Jajang.
Di dalam tahapan kampanye sesuai dengan Pasal 69 UU No 8 Tahun 2015, terdapat larangan-larangan yang tidak boleh dilakukan. Yakni, mempersoalkan dasar negara Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, Calon Gubernur, Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati, Calon Wakil Bupati, Calon Walikota, Calon Wakil Walikota, dan/atau Partai Politik.
Melakukan kampanye berupa menghasut, memfitnah, mengadu domba Partai Politik, perseorangan, dan/atau kelompok masyarakat; menggunakan kekerasan, ancaman kekerasan atau menganjurkan penggunaan kekerasan kepada perseorangan, kelompok masyarakat dan/atau Partai Politik.
Selain itu, Jajang menyampaikan larangan dalam kampanye lainnya adalah mengganggu keamanan, ketenteraman, dan ketertiban umum mengancam dan menganjurkan penggunaan kekerasan untuk mengambil alih kekuasaan dari pemerintahan yang sah; merusak dan/atau menghilangkan alat peraga Kampanye.
Menggunakan fasilitas dan anggaran Pemerintah dan Pemerintah Daerah; menggunakan tempat ibadah dan tempat pendidikan; melakukan pawai yang dilakukan dengan berjalan kaki dan/atau dengan kendaraan di jalan raya dan/atau melakukan kegiatan Kampanye di luar jadwal yang telah ditetapkan oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.
“Tentang Penanganan Laporan Pelanggaran Pemilihan, sesuai dengan bunyi ayat 1 Pasal 134 yakni Bawaslu Provinsi, Panwas Kabupaten/Kota, Panwas Kecamatan, PPL dan Pengawas TPS menerima laporan pelanggaran Pemilihan pada setiap tahapan penyelenggaraan Pemilihan.
Dan ayat 2 berbunyi Laporan pelanggaran Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan oleh a) Pemilih; b) pemantau Pemilihan atau c) peserta Pemilihan,” tutur Jajang. (ale)