KEJAKSAN – Aski penolakan terhadap pemberkakukan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) nomor 23 tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) atau Full Day School (FDS) kembali digelar.
Kali ini, ratusan pelajar madrasah dan pesantren berbasis organisasi Islam Nahdlatul Ulama (NU) bersama Pengurus Cabang (PC) NU Kota Cirebon menggelar istigosah dan aksi damai di depan Balaikota, Jalan Siliwangi, Kota Cirebon, Rabu (06/09).
Mereka menolak Permendikbud karena mengatur waktu belajar di sekolah yang dilaksanakan selama 8 jam sehari atau 40 jam selama lima hari dalam seminggu. Penerbitan Permendikbud memicu penolakan dan polemik di masyarakat.
Salah satu peserta aksi, Muhamad Iqna Syam yang juga pengurus Pesantren Alihya Kota Cirebon menilai, pererapan FDS berpotensi mematikan eksistensi pendidikan Islam di madrasah dan pesantren.
Pasalnya, FDS yang memaksa siswa berada seharian di sekolah membuat waktu belajar agama di madrasah dan pesantren semakin menyempit. Tak sampai di situ, FDS juga dinilai kurang efektif dalam mengatur waktu istirahat siswa.
“FDS juga bisa mematikan pendidikan madrasah dan pondok pesantren serta mematikan pengajian anak-anak di mushola saat waktu ashar dan magrib karena siswa sudah terlalu lelah beraktivitas di sekolah,” ungkapnya kepada Rakyat Cirebon, kemarin.
Ketua Tanfidziyah PCNU Kota Cirebon, Yusuf menjelaskan, PCNU Kota Cirebon menyatakan sikap resmi menolak diberlakukannya FDS. Menurut Yusuf, FDS menghambat siswa untuk bersosialisasi dengan lingkungan.
“Mengingat aspek negatifnya yang lebih banyak daripada unsur manfaat, maka PCNU Kota Cirebon menolak FDS dan meminta Mendikbud agar tidak menerapkan Permendikbud Nomor 23 Tahun 2017,” tegasnya.
Seluruh peserta aksi lalu menuju gedung dewan untuk menemui Ketua DPRD Kota Cirebon Edi Suripno. Setelah itu, bergeser ke balaikota menemui Walikota Cirebon Nasrudin Azis.
Keduanya, Edi Surpno dan Nasrudion Azis, sepakat menolak penerapan program FDS. “Bentuk penolakan dilakukan dengan penandatangan petisi penolakan FDS. Kami akan menyampaikan aspirasi penolakan FDS ini ke pemerintah pusat dan kementerian terkait,” ujar Azis usai membuka sebuah acara di Kota Cirebon, kemarin.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Majalengka, M Jubaedi menyatakan mendukung sikap beberapa kalangan terkait penolakan Permendikbud No 23/2017 tentang kebijakan Full Day School (FDS).
\"Apalagi kita ketahui bahwa, Kebijakan Full Day School ini bisa merugika ribuan Madrasah Diniyah (MD), Madrasah Ibtidaiyah, MTS, Madrasah Aliyah dan juga Taman Pendidikan Al-Quran (TPA) dan terancam tutup. Oleh karena itu saya secara pribadi meminta pemerintah pusat mencabut Permendikbud tersebut,” tegas Jubaedi.
Sebelumnya, ribuan massa dari kalangan pondok pesantren, Organisasi Masyarakat (ormas), mahasiswa dan pelajar madrasah, melakukan aksi damai di sekitar Alun-alun Kabupaten Majalengka, Rabu (6/9).
Ketua PC NU Kabupaten Majalengka KH Harun Bajuri mengungkapkan, alasan dilaksanakanya aksi damai ini karena Permendikbud tentang full day school ini dinilai tidak efektif dan akan mengganggu kegiatan pondok pesantren dan madrasah diniyah.
\"Bahkan jika ini diterapkan, ini bisa menghapus, memberangus dan menghilangkan kegiatan di Madrasah Diniyah. Apalagi kita ketahui selama puluhan tahun, bahwa Madrasah Diniyah dan pondok pesantren adalah lembaga yang sudah banyak memberikan kontribusi bagi masyarakat dan generasi muda. Untuk itu kami menolak adanya penerapan full day school,\" ungkapnya.
Dalam aksi damai yang dilaksanakan ini, semua ormas, pelajar, komunitas dan santri-santri berkumpul menuntut Presiden Joko Widodo untuk mencabut Permendikbud 23/2017 itu. (wan/hsn)