MAJALENGKA - Menghadapi momen Ramadan dan pilkada, pilgub serta pileg yang kini mulai menghangat, salah seorang seniman membuka kafe bernama Warung Pulitik.
Warung pulitik sendiri merupakan kepanjangan dari warung kumpul jalma leutik. Namun berkat namanya yang sarat dengan konotasi arti sebenarnya, beberapa bakal calon bupati pernah singgah di kafe yang berlokasi di belakang stadion sepakbola Warung Jambu tersebut.
Sejumlah, politisi sangat menikmati beberapa menunya sambil membahas situasi politik Majalengka. Bahkan, nama-nama menunya sendiri disesuaikan dengan istilah-isilah politik.
Diantaranya, kopi presiden, independen, koalisi, anarkhi, pakjedud, paripurna, kapitalis, feodal, es independen, koalisi, dan kopi aliansi. Meski namanya kental dengan nuansa politik hal itu tidak mengurangi rasanya. Bahkan, beberapa diklaim untuk menjaga kesehatan dan terapi.
Pemilik Kafe, Tony Tresna mengatakan, diresmikannya Warung Pulitik ini tidak semata mata karena mengambil momen mendekati pilkada, pilgub maupun pileg, akan tetapi memang sudah diniatkan sejak awal booming menjamurnya kafe-kafe di wilayah seputar kota Majalengka.
\"Itu telah saya niatkan bersama istri sejak dua tahun lalu. Kebetulan bulan lalu baru ada modalnya, dan yang tadinya garasi kendaraan kini disulap jadi kafe, tempat nongkrong dan kongkow,\" ujar Tony, Kamis (11/5).
Apalagi, kata dia, di Majalengka saat ini sudah mulai menjamur kafe-kafe elit, warung pulitik miliknya mempunyai keunggulan karena menawarkan gabungan sisi tradisional dan unsur modern.
\"Saat ini minuman yang menjadi andalan adalah teh wedang jahe geprex, semua minuman itu dibuat dari bahan-bahan alami dan baik untuk mengeluarkan racun dalam tubuh,\" ujarnya.
Tony menjelaskan, bagi pengunjung yang menyukai kopi esspreso, di warung ini tidak akan ditemukan dalam daftar menu. Alasannya namanya telah diganti dengan nama kopi kapitalis. Dalam daftar menu, semua nama-nama kopi dijelaskan di bawahnya.
\"Jadi, kalau yang sudah biasa datang ke kafe-kafe elit, kalau mau pesan espresso, misalnya, di sini juga ada. Bahkan, tehnik dan penyajiannya bisa disaksikan langsung. Di sini untuk espreso namaya adalah kopi kapitalis,\" ujarnya.
Sementara itu, salah seorang pengunjung, Risma (37) mengatakan, adanya Warung Pulitik membuat dirinya tidak malu untuk datang ke sebuah kafe. Alasannya kafe kafe yang ada biasanya hanya ada ABG saja. Namun, di Warung Pulitik bertemu kalangan-kalangan yang lebih dewasa.
\"Terlebih menu-menunya memang diniatkan untuk terapi. Termasuk kopi juga, asalkan tanpa gula itu untuk terapi,\" ujarnya. (hrd)