Mamah Nanti Bisa Layani Teman Papah, Upahnya Lumayan

Jumat 10-03-2017,07:00 WIB

Tono (42) memang tega. Tak mampu menafkahi istri dan anak-anaknya, ia malah punya ide gila, alias tidak waras. Pria yang sehari-hari menjadi tukang becak itu malah menyuruh Tini (38), yang tidak lain istrinya sendiri, untuk mencari uang dengan cara menjadi penjaja s*ks komersil (PSK). Duuh, benar-benar celaka dua belas… 
Ilustrasi suami jual istri. image by equator.co.id
TINI mungkin perempuan bernasib malang. Kemalangannya bukan karena bersuamikan Tono, pria seorang tukang becak yang berpenghasilan pas-pasan. Tetapi lebih karena kelakukan suaminya yang sering berj*di, dan menyuruhnya mencari uang dengan cara tak wajar, yakni melayani teman-teman suaminya. 

Tono dan Tini sudah memiliki dua anak. Yang satu sudah duduk di sekolah dasar, satunya masih balita.  Keduanya tinggal di sebuah desa di Kabupaten Majalengka yang berbatasan dengan Kabupaten Indramayu. 

Selama menikah, kehidupan ekonomi keluarganya tidak membaik.  Bahkan lebih sering kekurangan daripada pas-pasan. Selain mengandalkan penghasilan Tono yang menarik becak, Tini juga pernah mencoba berdagang. Mulai dari gorengan, jus buah, sampai pada mainan anak-anak. Tapi tidak ada yang berhasil. Uang hasil berdagang sering diambil Tono yang hobi main j*di.

Usaha warung kecil-kecilan itu pun akhirnya bangkrut total. Situasi ini menjadikan Tini pusing. Di tengah pusing itu, Tono mengajak Tini untuk ngobrol berdua saja. Dari obrolan itu keluar ide dari Tono, yang  menyuruh Tini untuk berbuat di luar kewajaran; disuruh melayani teman-temannya nanti akan ada imbalan berupa uang yang jumlah tidak sedikit, bagi ukuran keduanya.

Mendengar usulan itu, Tini kaget bukan kepalang. Hampir rasanya, Tini menampar wajah suaminya, yang menyuruhnya menjadi PSK demi mendapatkan uang. Tini menolak, tapi bingung melihat kenyataan bahwa anak-anaknya membutuhkan biaya pendidikan dan susu untuk balitanya.  

Apalagi, harta benda yang dimiliki Tini sudah habis. Perhiasan yang jumlahnya tidak seberapa juga sudah dijual untuk membeli obat saat anak pertamanya menderita sakit. 

Setelah 30 menit dari obrolan itu, Tini terdiam. Ia hanya menjadi pendengar setia. Di penghujung obrolan karena melihat Tini  masih bingung, akhirnya Tono  bertanya. \"Intinya Mah (panggilan kepada istrinya), kalau mau, Mamah nanti bisa melayani teman Papah. Upahnya lumayan. Tenang nanti pakai “pengaman” kok,” kata Tono.  

Setelah obrolan itu,  Tini bergegas ke kamar dan menangis. Saat menangis di kamar,  anaknya yang SD minta dibelikan seragam baru. Ah, lengkap sudah penderitaan Tini. Sementara suaminya sudah dua hari tidak memberinya nafkah lebih. Penghasilannya sebagai tukang becak habis untuk keperluan membeli beras dan gula-kopi.

Tini pun mulai menyerah. Malam hari ia memutuskan bicara dengan suaminya terkait ajakannya itu. Dia mengangguk, setuju, asalkan tidak diketahui oleh orang lain. Suaminya lalu menghubungi teman-teman yang dimaksud. Jadilah transaksi itu yang pertama kalinya. Tini mengajukan persyaratan soal lokasi untuk melakukan “pekerjaan” barunya itu. Yakni di tempat yang sangat rahasia. Transaksi pun akhirnya terjadi.

Satu, dua, dan tiga kali melayani berjalan lancar. Rumahnya yang agak terkucil dari tetangga membuat perbuatannya tidak ada yang tahu. Tapi lama-lama, warga sekitar rumahnya mulai curiga. Terutama saat ada pria lain yang bukan suaminya datang ke rumah, saat suami dan anak-anaknya tidak ada di rumah.  Atau, saat ada pria lain datang, suami dan anak-anaknya malah pergi, dan akan kembali setelah satu jam berlalu. 

Akhirnya, Tono dan Tini menjadi gunjingan warga desanya. Pelan-pelan, Tono-Tini  menyadari prilaku menyimpangnya yang banyak disoroti warga. Kepada tetangga terdekatnya yang ia percaya, Tini sering mengeluhkan soal kehidupan dan kelakuan pribadinya yang jauh dari kata baik. Menyesal dan ingin hidup menjadi lebih baik. (erik)
  

Tags :
Kategori :

Terkait