Satu Terdakwa Dihukum 10 Tahun, Kuasa Hukum Banding
KEJAKSAN – Enam dari tujuh terdakwa yang diduga bandar narkoba jaringan internasional divonis mati oleh Hakim Pengadilan Negeri Kota Cirebon, kemarin.
Keenam terdakwa yang dijatuhi hukuman mati oleh majelis hakim yang dipimpin Hakim Ketua Moh Muchlis SH MH adalah Karun alias Ahong, Yanto alias Abeng, Sugianto alias Acai, Jusman, Ricky Gunawan, dan Mohammad Rizki.
Sementara, satu terdakwa lainnya, yakni Fajar Prio Susilo dihukum 10 tahun kurungan karena perannya dianggap tidak terlalu signifikan.
Pantauan wartawan koran ini di tempat sidang, saat hakim ketua membacakan putusan, ruangan sidang pun mulai riuh dan masyarakat yang hadir mulai merangsek masuk ruangan persidangan.
Bahkan, usai hakim ketua membacakan putusan, ruangan sidang pun menggelora namun tidak sampai menimbulkan kericuhan.
Penasehat hukum terdakwa pun sontak merespons putusan yang dibacakan hakim.
“Kami tentu keberatan dengan putusan, kenapa majelis hakim tidak mempertimbangkan ada peran orang lain yang lebih signifikan, yaitu orang yang memiliki barang dan yang membeli barang dan sampai saat ini masih DPO, mereka (para terdakwa. red) ini hanya jembatan,” ungkap Budi
Sampurno SH, kuasa hukum lima dari ketujuh terdakwa yang divonis hukuman mati.
Budi beralasan, jika tidak ada pemilik barang dan pembeli barang, maka kliennya yang berperan sebagai jembatan tidak akan melakukan hal yang terjadi saat ini.
Budi juga menyesalkan kinerja petugas kepolisian, yang hanya memberikan status DPO kepada pemilik barang dan calon pembeli, yang belakangan kedua orang ini diketahui bernama Aseng (penjual) dan Asu (pembeli).
“Sampai sekarang belum pernah ada perkembangan dari dua DPO yang jadi incaran. Saya takut karena tidak adanya Aseng dan Asu beban kasus menjadi mereka yang ada di bawah, dan kalaupun tertangkap saya yakin hakim tidak akan menjatuhkan hukuman mati kepada keduanya,” tegas Budi.
Budi menambahkan, dirinya secara pribadi, maupun tim kuasa hukum dari para terdakwa tidak menerima putusan yang dibacakan hakim ketua.
Sehingga, tim kuasa hukum akan melakukan koordinasi dengan para terdakwa untuk mengajukan banding.
“Tim kuasa hukum akan konsultasi dengan para klien, tapi secara pribadi saya juga tidak terima dengan keputusan majelis hakim, yang pasti kita akan mengajukan banding,” katanya.
Sementara itu, hakim anggota pada persidangan kemarin, Etik Purwaningsih SH MH menyatakan, vonis yang dijatuhkan sudah sesuai dengan perbuatannya.
Hal itu, kata Etik, setelah melihat selama persidangan tidak ada barang bukti yang bisa meringankan tuntutan jaksa kepada para terdakwa.
“Vonis yang diputuskan memiliki dasar. Pertama, jumlah narkoba terlalu banyak dan telah dilakukan dalam bertahap, barang buktinya mencapai 106 kilogram sabu-sabu dan 200 ribu butir ekstasi. Kedua, mereka bisa menambah jaringan baru, karena mereka juga bagian dari jaringan internasional,” jelas hakim anggota yang juga Humas Pengadilan Negeri Kota Cirebon tersebut.
Sementara itu, meskipun sempat molor dari jadwal yang awalnya digelar pagi hari, sehingga baru bisa berjalan sekitar pukul 13.30, persidangan kasus peredaran narkoba yang melibatkan jaringan internasional berjalan lancar.
Sidang pembacaan putusan akhir dari Majelis Hakim PN Kota Cirebon berhasil menyedot perhatian masyarakat.
Terbukti, dengan banyaknya masyarakat umum maupun ormas yang datang untuk menyaksikan pembacaan vonis bagi para bandar narkoba jaringan internasional tersebut. (sep)
KEJAKSAN – Enam dari tujuh terdakwa yang diduga bandar narkoba jaringan internasional divonis mati oleh Hakim Pengadilan Negeri Kota Cirebon, kemarin.
Keenam terdakwa yang dijatuhi hukuman mati oleh majelis hakim yang dipimpin Hakim Ketua Moh Muchlis SH MH adalah Karun alias Ahong, Yanto alias Abeng, Sugianto alias Acai, Jusman, Ricky Gunawan, dan Mohammad Rizki.
Sementara, satu terdakwa lainnya, yakni Fajar Prio Susilo dihukum 10 tahun kurungan karena perannya dianggap tidak terlalu signifikan.
Pantauan wartawan koran ini di tempat sidang, saat hakim ketua membacakan putusan, ruangan sidang pun mulai riuh dan masyarakat yang hadir mulai merangsek masuk ruangan persidangan.
Bahkan, usai hakim ketua membacakan putusan, ruangan sidang pun menggelora namun tidak sampai menimbulkan kericuhan.
Penasehat hukum terdakwa pun sontak merespons putusan yang dibacakan hakim.
“Kami tentu keberatan dengan putusan, kenapa majelis hakim tidak mempertimbangkan ada peran orang lain yang lebih signifikan, yaitu orang yang memiliki barang dan yang membeli barang dan sampai saat ini masih DPO, mereka (para terdakwa. red) ini hanya jembatan,” ungkap Budi
Sampurno SH, kuasa hukum lima dari ketujuh terdakwa yang divonis hukuman mati.
Budi beralasan, jika tidak ada pemilik barang dan pembeli barang, maka kliennya yang berperan sebagai jembatan tidak akan melakukan hal yang terjadi saat ini.
Budi juga menyesalkan kinerja petugas kepolisian, yang hanya memberikan status DPO kepada pemilik barang dan calon pembeli, yang belakangan kedua orang ini diketahui bernama Aseng (penjual) dan Asu (pembeli).
“Sampai sekarang belum pernah ada perkembangan dari dua DPO yang jadi incaran. Saya takut karena tidak adanya Aseng dan Asu beban kasus menjadi mereka yang ada di bawah, dan kalaupun tertangkap saya yakin hakim tidak akan menjatuhkan hukuman mati kepada keduanya,” tegas Budi.
Budi menambahkan, dirinya secara pribadi, maupun tim kuasa hukum dari para terdakwa tidak menerima putusan yang dibacakan hakim ketua.
Sehingga, tim kuasa hukum akan melakukan koordinasi dengan para terdakwa untuk mengajukan banding.
“Tim kuasa hukum akan konsultasi dengan para klien, tapi secara pribadi saya juga tidak terima dengan keputusan majelis hakim, yang pasti kita akan mengajukan banding,” katanya.
Sementara itu, hakim anggota pada persidangan kemarin, Etik Purwaningsih SH MH menyatakan, vonis yang dijatuhkan sudah sesuai dengan perbuatannya.
Hal itu, kata Etik, setelah melihat selama persidangan tidak ada barang bukti yang bisa meringankan tuntutan jaksa kepada para terdakwa.
“Vonis yang diputuskan memiliki dasar. Pertama, jumlah narkoba terlalu banyak dan telah dilakukan dalam bertahap, barang buktinya mencapai 106 kilogram sabu-sabu dan 200 ribu butir ekstasi. Kedua, mereka bisa menambah jaringan baru, karena mereka juga bagian dari jaringan internasional,” jelas hakim anggota yang juga Humas Pengadilan Negeri Kota Cirebon tersebut.
Sementara itu, meskipun sempat molor dari jadwal yang awalnya digelar pagi hari, sehingga baru bisa berjalan sekitar pukul 13.30, persidangan kasus peredaran narkoba yang melibatkan jaringan internasional berjalan lancar.
Sidang pembacaan putusan akhir dari Majelis Hakim PN Kota Cirebon berhasil menyedot perhatian masyarakat.
Terbukti, dengan banyaknya masyarakat umum maupun ormas yang datang untuk menyaksikan pembacaan vonis bagi para bandar narkoba jaringan internasional tersebut. (sep)