Aturan Pilkada Ketat, Ketua Parpol Bisa Dipidana Jika Tidak Lampirkan Rekomendasi dari DPP
MAJALENGKA - Undang-Undang Pemilu Kepala Daerah (Pilkada) yang baru cukup ketat dalam mengatur semua teknis pemilihan.
Termasuk mengenai pengaturan bagi calon perseorangan atau independen. Selain menaikan jumlah dukungan sebanyak 7,5% dari jumlah DPT Pilpres atau naik 1 %.
KPU juga mensyaratkan agar bukti dukungan terhadap calon independen tersebut bisa dibuktikan dengan surat dukungan dan foto copy KTP, pemilih yang masuk dalam DPT Pilpres dan bukan pemilih pemula.
Dalam aturan itu, KPU juga menekankan verifikasi dan rekapitulasi terkait keabsahan dukungan dari calon perseorangan.
“Jika petugas PPS, PPK, atau KPUD dan petugas lainya yang ditunjuk tidak melakukan verifikasi terhadap bukti dukungan calon perseorangan, mereka dapat dipidana penjara minimal 36 bulan atau 3 tahun dan maksimal 6 tahun atau denda sebesar Rp32 juta dan maksimal Rp72 juta,” ungkap Anggota Komisioner Bidang Hukum KPU Majalengka Sarkan SSos, kemarin.
Menurut dia, verifikasi dan pengecekan bukti otentik dukungan bagi calon perseorangan mutlak harus dilakukan. Oleh karena itu, pihaknya meminta kepada jajaranya di tingkat PPK, PPS untuk berhati-hati dan tidak ceroboh, sebab jika salah maka ancamanya tidak main-main.
“Dalam UU Pilkada yang baru memang ancaman hukumanya tidak main-main. Sehingga kita harus bekerja ekstra hati-hati terutama para penyelenggara di level bawah seperti di tingkat kecamatan dan desa. Yang paling depan dalam melakukan verifikasi itu ada di tingkat PPK dan PPS,” ucapnya.
Sementara itu Komisioner KPU Bidang Tekgar, Cecep Jamaksari SIP menambahkan, selain ancaman serius bagi penyelenggara Pilkada dalam verifikasi faktual bukti dukungan calon independen, dalam UU Pilkada yang baru juga memberikan ancaman serius kepada parpol atau gabungan parpol yang mengusung pasangan calon.
Ancaman serius bagi parpol yang mengusung paslon, lanjutnya, seperti yang terdapat dalam pasal 186A UU Nomor 10/2016, menyebutkan, ketua parpol baik tingkat kabupaten maupun provinsi yang mendaftarkan pasangan calonya tanpa didasari pada surat keputusan pengurus pusat partai yang bersangkutan tentang persetujuan paslon.
Maka pimpinan partai di level kabupaten atau provinsi bisa dipidana dengan ancaman pidana penjara minimal 36 bulan atau 72 bulan, dan denda minimal Rp36 juta atau Rp72 juta.
Disinggung, jika KPUD yang tetap meloloskan pasangan calon yang tidak mendapatkan surat persetujuan dari unsur DPP Cecep mengatakan, penyelengara Pemilu dalam hal ini KPUD juga bisa dipidana. Bahkan pidananya, kata dia, lebih besar yakni pidana yang sudah ada ditambahkan lagi dengan 1/3.
“Kalau ternyata KPUD tetap meloloskan paslon yang tidak mendapatkan persetujuan dari DPP atau pengurus partai di pusat, maka KPUD bisa dipidanakan. Bahkan hukumanya ditambah 1/3 lagi,” ungkapnya.
Sehingga, untuk menjaga hal yang tidak di inginkan, kedepanya setiap pendaftaran paslon dari unsur parpol, pihaknya akan langsung melakukan verifikasi ke DPP partai untuk memastikan mengenai surat persetujuan yang dilampirkan paslon dari ketua partai tingkat pusat. (pai)
MAJALENGKA - Undang-Undang Pemilu Kepala Daerah (Pilkada) yang baru cukup ketat dalam mengatur semua teknis pemilihan.
Termasuk mengenai pengaturan bagi calon perseorangan atau independen. Selain menaikan jumlah dukungan sebanyak 7,5% dari jumlah DPT Pilpres atau naik 1 %.
KPU juga mensyaratkan agar bukti dukungan terhadap calon independen tersebut bisa dibuktikan dengan surat dukungan dan foto copy KTP, pemilih yang masuk dalam DPT Pilpres dan bukan pemilih pemula.
Dalam aturan itu, KPU juga menekankan verifikasi dan rekapitulasi terkait keabsahan dukungan dari calon perseorangan.
“Jika petugas PPS, PPK, atau KPUD dan petugas lainya yang ditunjuk tidak melakukan verifikasi terhadap bukti dukungan calon perseorangan, mereka dapat dipidana penjara minimal 36 bulan atau 3 tahun dan maksimal 6 tahun atau denda sebesar Rp32 juta dan maksimal Rp72 juta,” ungkap Anggota Komisioner Bidang Hukum KPU Majalengka Sarkan SSos, kemarin.
Menurut dia, verifikasi dan pengecekan bukti otentik dukungan bagi calon perseorangan mutlak harus dilakukan. Oleh karena itu, pihaknya meminta kepada jajaranya di tingkat PPK, PPS untuk berhati-hati dan tidak ceroboh, sebab jika salah maka ancamanya tidak main-main.
“Dalam UU Pilkada yang baru memang ancaman hukumanya tidak main-main. Sehingga kita harus bekerja ekstra hati-hati terutama para penyelenggara di level bawah seperti di tingkat kecamatan dan desa. Yang paling depan dalam melakukan verifikasi itu ada di tingkat PPK dan PPS,” ucapnya.
Sementara itu Komisioner KPU Bidang Tekgar, Cecep Jamaksari SIP menambahkan, selain ancaman serius bagi penyelenggara Pilkada dalam verifikasi faktual bukti dukungan calon independen, dalam UU Pilkada yang baru juga memberikan ancaman serius kepada parpol atau gabungan parpol yang mengusung pasangan calon.
Ancaman serius bagi parpol yang mengusung paslon, lanjutnya, seperti yang terdapat dalam pasal 186A UU Nomor 10/2016, menyebutkan, ketua parpol baik tingkat kabupaten maupun provinsi yang mendaftarkan pasangan calonya tanpa didasari pada surat keputusan pengurus pusat partai yang bersangkutan tentang persetujuan paslon.
Maka pimpinan partai di level kabupaten atau provinsi bisa dipidana dengan ancaman pidana penjara minimal 36 bulan atau 72 bulan, dan denda minimal Rp36 juta atau Rp72 juta.
Disinggung, jika KPUD yang tetap meloloskan pasangan calon yang tidak mendapatkan surat persetujuan dari unsur DPP Cecep mengatakan, penyelengara Pemilu dalam hal ini KPUD juga bisa dipidana. Bahkan pidananya, kata dia, lebih besar yakni pidana yang sudah ada ditambahkan lagi dengan 1/3.
“Kalau ternyata KPUD tetap meloloskan paslon yang tidak mendapatkan persetujuan dari DPP atau pengurus partai di pusat, maka KPUD bisa dipidanakan. Bahkan hukumanya ditambah 1/3 lagi,” ungkapnya.
Sehingga, untuk menjaga hal yang tidak di inginkan, kedepanya setiap pendaftaran paslon dari unsur parpol, pihaknya akan langsung melakukan verifikasi ke DPP partai untuk memastikan mengenai surat persetujuan yang dilampirkan paslon dari ketua partai tingkat pusat. (pai)