DPRD Kota Cirebon Soroti Masalah Limbah dan Koordinasi SPPG
SOROTAN. Anggota Komisi III DPRD Kota Cirebon, Umar Stanis Klau menyoroti masalah limbah dan kordinasi SPPG dengan Warga Sekitar.-ISTIMEWA/RAKYATCIREBON.DISWAY.ID-
CIREBON, RAKYATCIREBON.DISWAY.ID – Polemik keberadaan dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di RW 12 Karya Bhakti, Kelurahan Larangan, Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon, mendapat sorotan serius dari DPRD Kota Cirebon. Polemik tersebut berawal dari Warga memprotes persoalan limbah dapur, sampah, hingga parkiran yang dinilai menimbulkan keresahan di lingkungan sekitar SPPG Harjamukti itu.
Anggota Komisi III DPRD Kota Cirebon, Umar Stanis Klau menyampaikan, permasalahan serupa berpotensi terjadi di wilayah lain, bukan hanya di RW 12 Larangan karena kurangnya koordinasi dan komunikasi antara pihak SPPG dengan warga serta pengurus lingkungan menjadi penyebab utama munculnya persoalan.
“Warga dan pengurus lebih tahu kondisi drainase di daerahnya, mana yang mampet, buntu, atau rawan. Maka, sebelum aktivitas SPPG dimulai, harus ada analisis dan mitigasi risiko. Kalau titiknya rawan, jangan direkomendasikan,” ujar Umar saat dihubungi Rakyat Cirebon, Minggu (28/9).
Umar meminta Badan Gizi Nasional (BGN) pusat maupun koordinator daerah agar lebih memperhatikan teknis pelaksanaan program di lapangan. Ia menegaskan, keberhasilan program bukan hanya bergantung pada konsep, melainkan juga dukungan masyarakat sekitar.
“Jangan sampai karena alasan program pusat, pihak SPPG main slonongboy (tanpa izin) atau pemberitahuan kepada pengurus kampung. Sukses tidaknya program juga ditentukan oleh koordinasi dan komunikasi dengan warga,” tambahnya.
Menurut Umar, SPPG tidak bisa dianggap sekadar pihak yang “mampir lewat”, melainkan bagian dari warga setempat yang beraktivitas. Karena itu, aspek etika sosial dan adat ketimuran wajib dijaga.
"Keberadaan SPPG bukan hanya sekadar hadir sementara di lingkungan warga untuk menjalankan program, lalu pergi begitu saja. Kehadirannya justru menetap dan beraktivitas setiap hari, sehingga otomatis menjadi bagian dari kehidupan warga sekitar. Karena itu, SPPG harus ikut menghargai norma sosial masyarakat setempat, menjaga hubungan baik dengan warga, serta mematuhi etika sosial dan adat ketimuran seperti meminta izin, memberi pemberitahuan, dan tidak menimbulkan masalah bagi lingkungan," ucapnya.
Selain di RW 12 Karya Bhakti Kelurahan Larangan, kata Umar, keluhan juga datang dari wilayah lain.
"Keluhan seperti ini tidak hanya di RW 12 Larangan, belum lama ini saya dapat laporan dari Ketua RW 7 Penggung Selatan, pernah ada tim SPPG yang melakukan survei lokasi tanpa koordinasi terlebih dahulu dengan pihaknya," katanya. (its)
Sumber: