Radar Cirebon Usulkan “Selasar Gunung Jati”; Hero dan Imron Sepakat, Eti Herawati Sudah Tak Sabar

Radar Cirebon Usulkan “Selasar Gunung Jati”; Hero dan Imron Sepakat, Eti Herawati Sudah Tak Sabar

SELASAR GUNUNG JATI. Diskusi terkait wacana mewujudkan “Selasar Gunung Jati” mewarnai peringatan HUT ke-11 RCTV.--

RAKYATCIREBON.ID, CIREBON – Momen Hari Ulang Tahun (HUT) ke-11 Radar Cirebon Televisi (RCTV), selain diisi dengan tasyakuran secara sederhana, diisi juga  dengan dialog interaktif khusus dengan membahas wacana “Selasar Gunung Jati”.

Selasar Gunung Jati sendiri merupakan sebuah wacana yang mengintegrasikan titik ruas jalan di perbatasan dua daerah administratif, yakni Kota dan Kabupaten Cirebon, dimulai darijalan Siliwangi di jantung Kota Cirebon, memanjang ke Utara hingga ke makam Syekh Sinuwun Sunan Gunung Jati.

Melalui wacana Selasar Gunung Jati tersebut, secara konsepnya, sepanjang jalur tersebut, bisa disulap menjadi titik keramaian Cirebon, layaknya Malioboro di Yogyakarta, atau jalan Asia-Afrika di Kota Bandung. Cirebon pun bukan tidak  mungkin memiliki spot dan titik jalur kebanggaan, yakni Selasar Gunung Jati.

Pada dialog di Studio Kaliandra Radar Cirebon itu, wacana Selasar Gunung Jati tersebut dibahas langsung oleh Anggota DPR-RI Fraksi Demokrat, Ir H Herman Khaeron, Bupati Cirebon, Imron M Ag serta Wakil Walikota Cirebon, Dra Eti Herawati.

Dalam pengantarnya, CEO Radar Cirebon, Yanto S Utomo mengatakan, sudah saatnya Cirebon memiliki kawasan yang terintegrasi, baik secara sejarah, budaya, maupun potensi ekonomi, dan Selasar Gunung Jati ini bisa menjadi alternatif untuk kearah sana.

“Yogyakarta punya Malioboro, Cirebon pun bisa punya Selasar Gunung Jati, secara sejarah tentu dari keraton ke Makam Gunung Jati lurus sejajar, itulah Selasar Gunung Jati,” ungkap Yanto.

Merespon wacana Selasar Gunung Jati tersebut, Anggota DPR-RI Fraksi Partai Demokrat, Ir H Herman Khaeron mengatakan bahwa wacana yang digulirkan menjadi hal yang realistis dan rasional, sehingga sudah sangat harus ditindaklanjuti.

“Ide dan gagasan pa Yanto tentang Selasar Gunung Jati ini tidak bisa kita bantah, menyatukan kebudayaan tidak bisa terhalang karena persoalan batas administrasi Kota dan Kabupaten Cirebon. Dulu Cirebon, tidak ada kota, tidak ada Kabupaten tidak ada batas administrasi, Cirebon ya Cirebon,” ungkap Kang Hero, sapaan akrabnya.

Dalam mewujudkan Selasar Gunung Jati, lanjut Hero, kita harus berfikir Out of The Box, karena wacana ini juga menjadi konsep pemerataan pembangunan lintas wilayah administratif, sehingga memang  harus ada peran pemerintah di atas, baik Provinsi maupun pusat yang mengambil alih.

“Intinya juga kan membangun pusat perekonomian Cirebon, dengan tujuan mensejahterakan masyarakat, maka pemikiran kita harus out of the box, seperti pemerataan pembangunan penunjang perekonomian, seperti hotel, harus digeser ke arah Utara, jangan di kota. Gagasan ini saya coba bawa ke pusat, saya punya optmimisme wacana ini bisa berjalan. Bahkan saya punya konsep lebih besar, selasar Padjajaran,” kata Hero.

Sementara itu, Bupati Cirebon, Imron MAg pun sepakat dengan wacana Selasar Gunung Jati yang digulirkan, terlebih dasar-dasar pemikirannya didasarkan pada kajian melihat aspek histori Cirebon, dan itu memang harus dijadikan dasar untuk melakukan pembangunan.

“Kota dan Kabupaten itu satu, Cirebon, ibarat rumah, kota itu etalase, isinya itu Kabupaten, karena dari segi budaya, satu, budaya Cirebon, maka dari itu, kami sepakat, menyambut baik wacana Selasar Gunung Jati, apalagi itu akan bermanfaat untuk ekonomi dan budaya,” kata Imron.

Senada, Wakil Walikota Cirebon, Dra Eti Herawati pun mengapresiasi wacana yang digulirkan, terlebih itu sejalan dengan visi misi Kota Cirebon menuju kota wisata berbasish sejarah dan budaya.

Bahkan, Eti seperti sudah tidak sabar untuk mewujudkan wacana tersebut, dan mengajak untuk mulai menyusun regulasi-regulasi dan anggaran yang dibutuhkan.

“Sepakat, tinggal regulasinya, untuk infrastruktur mari kita kerjakan bersama bagaimana baiknya. Kekayaan budaya dan sejarah Kota dan Kabupaten Cirebon sudah cukup untuk menjadi representasi budaya di Jawa Barat, apalagi ada kang Hero yang bisa mendorong di tingkat pusat. Kita harus mulai aksi, mulai kajian dan menyusun DED,” kata Eti serius. (sep)

Sumber: