WHO Sebutkan 30 Ribu Orang Indonesia Bunuh Diri, Setiap Tahun!

WHO Sebutkan 30 Ribu Orang Indonesia Bunuh Diri, Setiap Tahun!

--

RAKYATCIREBON.ID, MAKASSAR - Warga Sulsel dikagetkan dengan tragedi bunuh diri yang melibatkan ibu dan dua orang anak di salah satu kampung di Pinrang.

Kasus bunuh diri tersebut terjadi di Kelurahan Fakkie, Kecamatan Tiroang, Kabupaten Pinrang, Senin (19/9/2022). Ada pun Polisi belum menentukan motif tindakan bunuh diri tersebut, tetapi berdasarkan peninggalan almarhumah, kuat dugaan karena lilitan utang.

Pakar Psikologi Sosial UNM, Basti Tetteng, melihat, peristiwa tersebut tentu sangat memilukan dan memprihatinkan serta menarik didalami apa motif yang melatarinya. Betulkah karena faktor ekonomi (malu punya utang yang sulit dilunasi), atau karena faktor lain.

"Turut bersimpati dan berduka yang mendalam atas peristiwa yang menimpa sesorang ibu di Pinrang yang meninggal dengan cara bunuh diri bersama dengan dua anaknya," ujar Basti Tetteng kepada fajar.co.id (20/9/2022).

Menurutnya, kasus bunuh diri dengan cara gantung diri, minum racun, terjun dari ketinggian dan semacamnya tentu bukan yang pertama terjadi di lingkungan masyarakat.

"Ada banyak peristiwa serupa yang kerap terjadi bahkan datanya mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dengan penyebab yang beragam. Bahkan, menurut data WHO 2006, sedikitnya 30.000 orang Indonesia bunuh diri tiap tahunnya," jelas Basti.

Artinya, tambah dia, kurang lebih 82 orang Indonesia bunuh diri perharinya. Banyaknya kasus bunuh diri yang terjadi dewasa ini menjadi gambaran kian merosoknya kesehatan mental masyarakat kita. Oleh karenanya diperlukan peran dari berbagai pihak untuk menangani persoalan tersebut.

Ada berbagai faktor penyebab orang melakukan bunuh diri, menurut Basti. Di antaranya, faktor gangguan mood (suasana hati) seperti adanya stress yang tinggi, frustrasi, dan depresi akut.

"Saya menduga mungkin faktor ini yang terjadi pada ibu yang bunuh diri bersama kedua anaknya di Pinrang. Stres dan depresi akut atau berat disertai rasa frustrasi terhadap keadaaan yang di alaminya," katanya.

Karena himpitan ekonomi dan tidak sanggup melunasi utang, sehingga membuatnya tidak memiliki pilihan lain kecuali mengakhiri hidupnya sebagai cara membebaskan diri dari keadaan stres, frustrasi, dan depresi.

"Tentu ini tidak hanya menuntut keprihatinan kita, perlu langkah antisipatif semua pihak, terutama pemerintah agar tidak terulang di masa mendatang," sarannya.

"Secara Psikologi terdapat berbagai pendekatan yang dapat dilakukan untuk membantu mengatasi kecenderungan perilaku bunuh diri, secara umum ada pendekatan individual dan pendekatan kolompok," sambungnya.

Basti menambahkan, pendekatan individual seperti terapi identifikasi, dimana orang yang punya kecenderungan dibimbing dan dimotivasi untuk mengupayakan preservasi kondisi mental yang sehat (membebaskan diri dari keadaan depresi berat).

"Pendekatan kelompok dapat dilakukan dengan mengoptimalkan kekuatan kelompok atau komunitas, salah satunya adalah psikoterapi kelompok. Dalam terapi kelompok ini orang yang memiliki penyakit emosional di tempatkan dalam kelompok dan di bimbing oleh terapis untuk membantu satu sama lainnya menjalani perubahan emosional akut. Inti dari terapi kelompok adalah menggunakan interaksi kelompok untuk membuat perubahan," pungkasnya.

Sementara menurut Psikolog Unismuh Makassar Sumiati, secara psikologis berarti itu ibu kelainan secara kejiwaan dan dalam pandangan islam imannya tidak mencukupi untuk menghadapi ujian dari Yang Maha Kuasa.

Psikolog kelahiran Bantaeng itu melihat dari sisi agama. Menurutnya, ujian berupa utang sekalipun harus tetap dijalani dengan kesabaran dan ketabahan. Karena itu bagian dari takdir yang dititipkan Tuhan kepada hambanya.

Jika berhasil keluar dari himpitan itu dengan keadaan bertakwa, maka termasuk dari golongan orang-orang pemenang.

"Dan menurut pemahaman dalam agama Islam bahwa itulah takdir yang diberikan oleh yang maha kuasa," ujarnya kepada fajar.co.id (20/9/2022). (Muhsin/Fajar/rakcer)

Sumber: