Ini Peta Politik Setelah Ridwan Kamil Masuk Golkar, Saling Butuh Suara

Ini Peta Politik Setelah Ridwan Kamil Masuk Golkar, Saling Butuh Suara

Ketua Umum DPP Partai Golkar Airlangga Hartarto bersama Ridwan Kamil. --

RAKYATCIREBON.ID - RIDWAN Kamil (RK) resmi bergabung ke Golkar. Langkah ini dianggap mengubah peta politik tanah air.

Sikap Gubernur Jawa Barat itu juga ikut mengubah konstelasi pencapresan. Meski agak sulit menggantikan posisi Airlangga Hartarto sebagai capres dari Golkar, bukan mustahil rekomendasi diberikan kepadanya.

Terutama jika elektabilitas RK jauh di atas Airlangga yang juga Ketua Umum Partai Golkar. Bagi Pohon Beringin, sikap RK ini akan menjadi tambahan amunisi elektoral yang dapat menaikkan elektabilitas partai Golkar. Khususnya dalam pileg.

"Karena Pak Ridwan Kamil tetap menjadi magnet elektorat dengan rekam jejak kepala daerah punya prestasi," kata Andi Lukman Irwan, analis politik Unhas kepada FAJAR, Rabu, 18 Januari.

Terutama di Jawa Barat, dengan jumlah pemilih terbesar di Indonesia. Tak heran, provinsi ini selalu menjadi wilayah rebutan yang seksi bagi semua pasangan calon. Golkar akan sangat diuntungkan. Nilai tawarnya makin penting menuju pilpres.

Elektabiltas Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto tidak begitu bagus. Inilah alasan butuh tokoh yang bisa mendongkrak elektorat, salah satunya "mengakuisisi" RK.

Kondisi ini juga sama yang dilakukan beberapa partai, seperti Nasdem dengan masuknya Anies. Dideklarasikannya Anies akan sangat berkontribusi terhadap elektorat Nasdem pada Pileg 2024. Bahkan, jika Anies sekalipun tidak terpilih sebagai presiden. Lantaran pileg bersamaan dengan pilpres, pemilih Anies juga potensi memilih Nasdem.

Ketika Menteri Pariwisata Sandiga Uno jadi masuk PPP, maka yang diuntungkan secara pasti adalah elektoralt partai berlambang Ka'bah itu. Khususnya untuk peningkatan kursi DPR yang diketahui, pada pileg 2019, PPP nyaris tak lolos parlemen.

Berat Jadi Capres

Langkah saling menguntungkan RK dan Golkar memungkinkan terjadi. Golkar butuh pengumpul suara, RK butuh Golkar untuk tujuan-tujuan politiknya. Baik di tingkat nasional, maupun untuk Pilgub Jawa Barat.

Khusus untuk capres, RK mesti menyingkirkan Airlangga melalui forum Munas dan Rapimnas. Artinya, itu akan sulit bagi RK.

"Sikap Golkar ini belum berubah, meskipun Golkar berada di KIB," ucap Andi Luhur Prianto, analis Politik Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar.

Terlebih Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang di dalamnya ada Golkar, PAN, dan PPP dikendalikan oleh kekuatan eksternal. Koalisi ini menunggu sinyal istana untuk mengumumkan capres-cawapres yang akan diusung.

Partai-partai yang bergabung di KIB pun tidak relevan bicara capres-cawapres dalam koalisi. Kalau partai memaksakan semua kader untuk di usung, maka tidak akan ada koalisi.

"Secara keanggotaan RK yang baru bergabung belum bisa mengonsolidasi kekuatan faksi-faksi internal partai," jelasnya.

Hal senada disampaikan, pengamat Politik Universitas Bosowa (Unibos) Arief Wicaksono. RK memiliki sekitar 32 persen dari 33 juta pemilih diraihnya ketika menjadi gubernur pada 2018.

RK berpotensi menjadi elite Golkar, diusung atau tidak diusung dalam arena Pilpres 2024. "Pada kedua hal itulah kiranya kita dapat melihat relevansi RK masuk Golkar," katanya.

Dalam situasi politik yang penuh ketidakpastian ini, RK akan mendapatkan pengalaman berharga untuk mengetahui dengan pasti, bagaimana metodologi permainan yang dipraktikkan Golkar.(mum-sal/fajar/rakcer)

Sumber: