Pola Konsumtif Masyarakat di Bulan Ramadhan Perlu Dikendalikan, Ini Bahayanya

Pola Konsumtif Masyarakat di Bulan Ramadhan Perlu Dikendalikan, Ini Bahayanya

Tokoh ulama Cirebon, KH Mustofa Aqil Siroj memberikan pandangan, dan ikut meminta masyarakat mengendalikan pola konsumtif di bulan Ramadhan pada FGD yang dimotori BI dan Komisi XI DPR-RI. FOTO: ASEP SAEPUL MIELAH--

RAKYATCIREBON.ID, KEJAKSAN - Menjelang bulan Ramadhan dipastikan angka kebutuhan masyarakat akan meningkat, termasuk kebutuhan terhadap bahan-bahan pangan pokok.

Mengingat saat ini, inflasi masih menjadi momok yang menakutkan bagi sektor perekonomian, bahkan tak hanya di Indonesia, dan prilaku konsumsi dengan tingginya kebutuhan masyarakat perlu dikontrol, Komisi XI DPR-RI, bersama Bank Indonesia, membuka ruang Focus Group Discussion (FGD) bersama dengan para tokoh ulama di Cirebon, dimana didalamnya membahas mengenai pengendalian pola prilaku konsumtif selama Ramadhan.

Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Cirebon, Hestu Wibowo menyampaikan, peningkatan kebutuhan masyarakat pada bulan Ramadhan kali ini, berbeda dengan tahun-tahun sebeluknya, karena dibarengi dengan krisis global di sektor ekonomi, yang disebabkan inflasi.

"Menjelang Ramadhan saat ini ada krisis global, sudah terjadi kenaikan bahan pokok di pasar seluruh Indonesia, dan Inflasi itu, adalah kenaikan harga, barang atau jasa," ungkap Hestu, Rabu (22/03).

Meskipun inflasi terjadi di seluruh dunia, Bank Indonesia mencatat, bahwa angka inflasi di Indonesia tidak se esktrim negara lain.

Di tahun 2022 saja, inflasi Indonesia mampu bertahan di angka 5,5 persen, dan angka tersebut rendah, dibanding dengan negara-negara maju di Eropa yang inflasinya sampai di angka 9 persen. Bahkan, di negata sekaliber Turki, angka inflasinya sampai di angka 98 persen.

Dijelaskan Hestu, berdasarkan hasil riset, dampak inflasi ini lebih besar menyasar masyarakat dengan ekonomi menengah kebawah.

Pasalnya, sumbangan inflasi terbesar masuk dari komoditi bahan pangan strategis, seperti beras, cabai, bawang dan lainnya, sedangkan masyarakat menengah kebawah, dari 100 persen pendapatannya dalam sebulan, 60 persennya digunakan untuk membeli kebutuhan pangan.

Berbeda dengan kelas ekonomi menengah keatas, kebutuhan pangan mereka hanya 20 persen dari pendapatan selama sebulan, itulah mengapa dampak inflasi akan lebih dirasakan oleh masyarakat menengah kebawah.

"Menengah keatas, kebutuhan pangan mereka tidak lebih dari 20 persen, sehingga dampak inflasi sangat terasa oleh menengah kebawa, karena sumbangan konsumsi bahan pangan strategis yang tinggi. Menengah keatas tidak terlalu terdampak. Maka, inflasi bukan cuma soal ekonomi, tapi juga persoalan sosial," jelas Hestu.

Ditambahkan Hestu, sebagai bagian dari upaya pemerintah menekan laju inflasi, pihaknya memohom bantuan, kepada para tokoh ulama di Cirebon, untuk ikut menyampaikan pesan-pesan agar bisa mengontrol angka konsumsi kepada masyarakat.

"Kami mohon bantuan, untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat, agar bisa menyikapi inflasi dengan bijak, berbelanja dengan bijak, terlebih bulan Ramadhan ini," kata Hestu.

Sementara itu, Anggota Komisi XI DPR-RI Fraksi NasDem, Satori SPd MM menyampaikan bahwa saat ini, inflasi menjadi ancaman ekonomi, yang terjadi bukan hanya di Indonesia. "Inflasi sedang terjadi, bukan hanya di Indonesia, tetapi seluruh dunia," ungkap H Satori.

Salahsatu dampaknya, sampai pada menurunnya angka konsumsi masyarakat, karena harga sejumlah komoditas yang melonjak, terlebih di bulan Ramadhan.

Sumber: