Sang Nenek Relakan Tabungan Umrah untuk Sekolahkan Cucunya di Al Zaytun, Tak Terpengaruh Berita Miring

Sang Nenek Relakan Tabungan Umrah untuk Sekolahkan Cucunya di Al Zaytun, Tak Terpengaruh Berita Miring

Seorang nenek relakan tabungan untuk biaya umrah, demi sekolahkan cucu di Mahad Al Zaytun Indramayu.-Ist-radarcirebon.com--

RAKYATCIREBON.ID, INDRAMAYU - Ternyata gonjang-ganjing yang terjadi di Mahad Al Zaytun, tidak menyurutkan minat belajar di pondok pesantren yang  berlokasi di Gantar, Indramayu itu. Minat untuk “mondok” di tempat itu, justru naik dibandingkan tahun ajaran sebelumnya.

Jumlah santri yang ingin masuk ke berbagai jenjang sekolah di Ponpes Al Zaytun tahun ini naik cukup tinggi. Jika tahun ajaran sebelumnya, jumlah santri yang diterima itu sekitar 700-an anak, sekarang justru tembus di atas 1000 santri. Kenaikannya sekitar 30 persen dari tahun ajaran sebelumnya.

“Walau tahun ini bukan yang tertinggi, tapi tahun ini lebih banyak santri yang mendaftar di Al Zaytun. Jauh di atas tahun lalu,” ungkap orang dalam Mahad Al Zaytun ketika memberi penjelasan soal belajar mengajar di pondok tersebut, Minggu (16 Juli 2023) lalu.

Memang harus diakui, masih banyak orang tua yang fanatik ingin menyantrikan anak-anak ke Ponpes Al Zaytun. Sepertinya mereka tidak terpengaruh dengan berita miring tentang pondok yang dipimpin oleh Syech Panji Gumilang itu.

Banyak cara untuk membangkitkan fanatisme terhadap Mahad Al Zaytun. Di antaranya dengan mengunggah kisah-kisah lama melalui konten media sosial.

Kisah-kisah itu biasanya datang dari civitas, alumni dan wali santri pondok tersebut. Kemudian kisah itu diramu ulang dan diunggah kembali di media sosial.

Seperti kisah seorang nenek yang tetap ngotot ingin menyekolahkan anaknya di Ponpes Al Zaytun. Bahkan sang nenek merelakan tabungan untuk ibadah umrah, demi menyekolahkan cucu kesayangannya ke Ponpes Al Zaytun.

Kisah ini ditulis oleh akun Riyadi Eko Prasetyo. Melaui media sosial Facebook, pria yang berprofesi kreator digital ini menulis kisah nenek tersebut.

Jika dilihat dari alur tulisannya, Riyadi merupakan menantu dari sang nenek. Sepertinya, istri Riyadi bekerja di Ponpes Al Zaytun. Sang nenek ingin menyekolahkan ponakan dari istri sang penulis ke Mahad Al Zatun (MAZ).

Eko menulis kisah itu sebenarnya sudah tahun 2019, sebelum Pandemo Covid terjadi. Tapi tulisan itu diunggah kembali oleh akun Cahaya Nur Dini, pada Kamis 20 Juli 2023.

“Kisah yang sangat menginspirasi banyak para orang tua Calon Santri dan Santri Ma'had Alzaytun, semoga kita dipandaikan dan diberikan kekuatan oleh Allah SWT, untuk berusaha membiayai Santri Ma'had Alzaytun,” tulis Cahaya Nur Dini dengan menautkan unggahan Riyadi Eko Prasetyo.

Hanya sayang dalam unggahannya, Riyadi Eko Prasetyo tidak menuliskan nama sang nenek tersebut. Dia hanya mengungkapkan umur sang nenek dan menuliskan nama cucunya yang dipondokkan di Al Zaytun itu. Cucu itu bernama Saela.

Selain itu juga melengkapi dua foto sang nenek yang berusia 77 tahun. Yang satu merupakan pas foto, dan yang satu foto sang nenek yang sedang melakukan aktivitas.
 
Di usianya yang senja, 70 tahun, beliau tetap bersemangat, bervisi dan misi. Mungkin sebagian orang berpikir usia senja adalah usia di mana tinggal menikmati hidup saja.

Namun berbeda dengan nenek yang satu ini. Beliau selalu berpikir, berkreasi, beraktivitas tanpa henti.

Dari rahim beliaulah belahan jiwa saya lahir, teman dan sahabat dalam suka maupun duka dalam mengarungi samudera hidup.

Di tengah polemik dalam menentukan kemanakah seorang keponakan untuk melanjutkan sekolah di tingkat pertama, beliau dengan tegas menyuarakan:

“Seala ben sekolah nang Mahad Al Zaytun wae. Masalah bayaran mengko aku sing nanggung. Sekolah nang jobo okeh pilihan, tapi aku luwih sreg ning Zaytun wae. Selain kuwi ono tantene pisan. Ben ono sing ngawasi”.

Translate: "Seala biar sekolah di Al-Zaytun saja. Masalah bayaran biarkan saya yang bayar. Sekolah di luar memang banyak pilihan tapi, saya lebih pas kalo di Zaytun saja. Selain itu ada tantemya. Biar ada yang mengawasi”.

Demikianlah beliau bersikukuh terhadap cucunya agar melanjutkan sekolah di MAZ. Beliau korbankan impian beliau menabung untuk berangkat UMROH demi menyekolahkan cucunya.

"Memandaikan generasi lebih penting ketimbang aku berangkat UMROH. Semoga Allah mengampuni aku jika keputusanku salah. Tapi Allah tidak tidur”.

Demikianlah beliau berucap di hadapan saya sebagai mantunya. Merinding saya mendengarnya.

Sebuah teladan dan keputusan yang kami anggap luar biasa bagi seorang nenek 70 tahun dengan profesi hanya sebagai pensiunan guru.

Mungkin di luar sana banyak nenek yang melakukan hal yang sama untuk cucu-cucunya. Dan biarkan tulisan ini mewakilinya. Mewakili para "Great Grandma”. Semoga kelak kami bisa meneladaninya. Alhamdulillah.

Tanggal 27 Juni 2018, kami hantarkan beliau memgawal cucunya untuk mengikuti test masuk Mts Mahad Al Zaytun dari Pandaan, Jawa Timur. Dan Alhamdulillah keponakan kami lolos dan diterima menjadi santri di sana.

Banyak teladan yang kami ambil dari beliau. Kebijaksanaan, cara berpikirnya yang besar, keputusan, ketulusan, keihlasan, pengabdian tiada henti, tanpa pamrih.

Walaupun dengan gaji yang kecil beliau mempersembahkan dirinya untuk bangsa dan negara sebagai seorang guru, tanggung jawab, bagaimana mencintai sesama dan keluarga serta masih banyak lagi hal yang tak bisa kutuliskan.

Sungkem hormat kepada mu Ibu. Semoga keputusan dan apa yang telah engkau lakukan ini dapat menjadi ladang amal dan tabungan mu di hari kelak. Alhamdulillah. (*)

Sumber: