BWI Garap Sektor Wakaf di Perguruan Tinggi

BWI Garap Sektor Wakaf di Perguruan Tinggi

RAKYATCIREBON.ID - Badan Wakaf Indonesia (BWI) menggarap potensi wakaf di perguruan tinggi. Hal itu disampaikan Divisi Pendataan, Sertifikasi, dan Ruislagh BWI, Tatang Astarudin pada seminar Manajemen Wakaf dan Peranannya Pada Perguruan Tinggi yang diselenggatakan IAIN Syekh Nurjati Cirebon di Grage Hotel, Senin (11/10).

Menurut Tatang, perguruan tinggi punya potensi wakaf yang besar. Salah satunya di IAIN Cirebon, jika kampus keagamaan negeri satu-satunya di wilayah Ciayumajakuning ini dapat mengelolanya, maka wakaf tersebut akan menjadi dana abadi yang bisa mendukung visi misi dan kegiatan di IAIN Cirebon.

“Wakaf ini kan sifatnya abadi. Capital expenditure (belanja modal) dalam ekonomi, kalau zakat itu operational expenditure (pengeluaran operasional),” jelas dia dalam pemaparannya.

Maka, lanjut Tatang, ibarat sebuah perusahaan yang hanya memiliki dana operasional saja, maka perusahaan tersebut tidak memiliki modal tetap. Sehingga, dampaknya perusahaan tersebut tidak dapat berjalan dengan stabil. “Kedua-duanya harus ada. Jadi, capital expenditure-nya ada kuat, operational expenditure juga tersedia. Itu bisa kuat dan abadi,” terangnya.

Untuk itu, Tatang menegaskan, dengan dana wakaf ini pihaknya menginginkan dapat terbentuknya suatu sistem ekonomi yang berkeabadian dan keadilan. \"Itu yang kita dorong ke IAIN. Secara teori sudah punya, kesadaran sudah ada, tinggal melaksanakan dan melestarikan,” ujarnya.

Tatang melihat, potensi wakaf di IAIN Cirebon sangat besar. Hal itu dapat dihitung dari jumlah pegawai, baik pendidik dan kependidikan di kampus setempat. “Misalkan satu orang wakaf Rp10 ribu atau Rp50 ribu saja sesuai tingkat pendapatannya. Tidak harus ujug-ujug langsung besar, dari yang kecil dulu,” terangnya.

Artinya, imbuh Tatang, program wakaf ini dapat berjalan dan dana itu akan abadi. Selanjutnya, dana tersebut dapat dimanfaatkan di sektor riil, seperti untuk pembiayaan sektor-sektor ekonomi yang produktif untuk alumni dan masyarakat.

“Sektor finansial itu bisa di deposito dan kalau yang banyak di obligasi saya lihat,” imbuhnya.

Tatang memaparkan, yang bisa diberi pembiayaan dari wakaf tunai ini bisa sangat fleksibel. Bahkan, untuk pembagian keuntungan pun sudah ditentukan. Seperti untuk nadzir atau pihak yang menerima wakaf, hanya mendapat 10 persen dari keuntungan yang diperoleh.

“Dan 90 persennya untuk masyarakat yang mendapat pembiayaan itu,” paparnya.

Selain itu, Tatang menerangkan, dana wakaf ini pun bisa digunakan untuk kegiatan pendidikan. Dia mencontohkan kampus-kampus besar yang telah mengelolal dana wakaf untuk kegiatan tersebut.

Seperti, kata dia, Al-Azhar, Oxford, dan Stanford yang memiliki dana abadi cukup besar yang digunakan untuk membackup kegiatan-kegiatan kampus, baik untuk beasiswa maupin riset.

Ketika disinggung penggunaan dana wakaf dengan rencana transformasi IAIN Cirebon dari Satuan Kerja (Satker) Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) menjadi Badan Layanan Umum (BLU), Tatang mengungkapkan, dana wakaf ini di luar lembaga pemerintahan.

Sehingga, kata dia, sistem pengelolaan dananya pun berbeda. Untuk itu, jika lembaga wakaf ini bagian dari IAIN Cirebon, maka akan ada sistem akutansi pemerintah yang terkait lembaga keuangan.

Sumber: