Komisi IV DPR RI akan Bahas Sengketa Lahan Tebu PG Rajawali

Komisi IV DPR RI akan Bahas Sengketa Lahan Tebu PG Rajawali

RAKYATCIREBON.ID - Komisi IV DPR RI segera lakukan rapat dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta PT RNI untuk menyelesaikan persoalan sengketa lahan HGU seluas 12 hektar di wilayah Majalengka dan Indramayu yang kini dikelola PG Rajawali untuk pengembangan industri gula.

Menurut Anggota DPR RI Sutrisno dan Surono, jika persoalan HGU tidak diselesaikan maka selamanya akan menimbulkan konflik terutama di perbatasan Indramayu yang ingin menguasai lahan, hingga terjadi konflik seperti yang terjadi beberapa hari kemarin menewaskan dua orang warga Majalengka.

“Konflik ini sudah berulang-ulang, kejadian tidak hanya sekarang. Sebelumnya ada pembakaran areal perkebunan tebu, pembakaran kendaraan. Ini terus terjadi berulang-ulang dari dulu. Makanya HGU ini harus segera diselesaikan. Jika persoalan tanah yang  legalitasnya HGU tidak akan clear, pasti ada pihak lain yang ingin menguasai,” ungkap Sutrisno, Jumat (8/10).

Kebetulan menurut Sutrisno, dirinya kini duduk di Komisi IV yang membidangi Pertanian, Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Untuk itu sesegera mungkin dilakukan rapat dengan menghadirkan PT RNI yang kini diberikan hak pengelolaan lahan pemerintah untuk pengembangan pabrik gula.

Pengelolaan HGU yang diberikan terhadap PG Rajawali sendiri sudah berlangsung sejak tahun 1977 lalu yang kini terus diperpanjang. Pengelolaan lahan dengan status HGU dipandang akan terus memicu konflik bagi mereka yang ingin menguasai lahan. “Harus ada kepastian status lahan.” ungkap Sutrisno.

Meski demikian masyarakat Majalengka yang diajak bekerjasama oleh PG Rajawali menyambut baik dan bisa berjalan dengan saling menguntungkan.

Masyarakat bisa mengolah lahan dan hasilnya  bisa untuk membantu memenuhi kebutuhan keluarga. Masyarakat juga bisa bekerja di perkebunan sebagai buruh harian lepas ketika musim tanam atau menyiangi dan musim panen tebu.

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI ini juga mengunjungi keluarga korban penganiayaan di Desa Sumber Kulon dan Jatiraga, Kecamatan Jatitujuh, Kabupaten Majalengka. Dedi keprihatinan atas kejadian tersebut terlebih keluarga yang ditinggalkan Uyut Suhenda tengah hamil 7 bulan dan anak pertamanya usia 9 tahun.

Sedangkan Yayan meninggalkan lima orang anak yang salah satu anaknya masih berusia 2,5 tahun.

Disampaikan Dedi, hasil kunjungannya, konflik dipicu akibat sengketa lahan Hak Guna Usaha yang melibatkan dua pihak. Pihak pertama adalah mitra perkebunan yang menggarap area seluas dua hektar.

Satu lagi pihak yang ingin menggarap area tersebut untuk pertanian padi dan palawija tanpa keterikatan dengan perkebunan.

Menyikapi persoalan tersebut, Dedi berpendapat, pemimpin kedua wilayah, Bupati Indramayu dan Majalengka harus bertemu untuk memetakan wilayah secara komprehensif. Yakni tentang, mana area perkebunan dan mana area pertanian non tebu.

Menurut Dedi, pihak perusahaan sebaiknya melibatkan aparat keamanan ketika mengerjakan lahan produksi, sejak pengolahan, penanaman, pemeliharaan sampai panen pada wilayah yang terkait sengketa lahan. Sehingga konflik dapat dihindarkan sedini mungkin.

“Politisi agar tidak menggunakan isu pertanahan untuk mencari simpati dengan janji hak kepemilikan atas tanah. Jika ini terus dilakukan, akan memicu emosi dan berdampak pada jatuhnya korban.  Kedua belah pihak agar dapat menjaga diri dan kembali bekerja sesuai dengan profesi dan tugas masing-masing,” ungkap Dedi.(hsn)

Sumber: