Banyak Orang “Terdampar” di Kota Cirebon
RAKYATCIREBON.ID – Persoalan sosial terjadi di Kota Cirebon tidak hanya terkait warganya. Melainkan banyak pula persoalan yang dipicu warga dari luar Kota Cirebon. Hal itu bisa terlihat pada jumlah orang terlantar dalam perjalanan (OTDP) yang “terdampar” di Kota Udang.
Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DSP3A) Kota Cirebon mencatat, pada 2020 lalu misalnya, terdapat 845 OTDP yang melaporkan diri. Sebagai salah satu kota perlintasan di Pantura Jawa, Kota Cirebon memang beresiko disinggahi para pelintas yang mengalami persoalan sosial.
Mereka biasanya datang ke kantor DSP3A untuk mendapatkan penanganan selanjutnya. Para OTDP itu ada yang karena tersesat saat hendak pulang ke daerah asal. Ada pula yang kehabisan ongkos, hingga tak punya ongkos dikarenakan menjadi korban pencurian saat dalam perjalanan.
“Penyebabnya antara lain kehabisan ongkos, tidak ada uang untuk pulang ke tempat asal atau korban copet sehingga tidak punya uang untuk ongkos,” ungkap Kepala DSP3A Kota Cirebon, Dra Santi Rahayu MSi.
Ia menjelaskan, bagi OTDP di Kota Cirebon harus terlebih dahulu lapor ke polisi. Selanjutnya, ketika sudah mendapatkan surat pengantar dari kepolisian, bisa mendatangi kantor DSP3A. “Nanti akan ditujukan ke kepala terminal bus (Harjamukti) untuk diarahkan naik bus tujuan daerah asalnya,” kata Santi.
Dari DSP3A, selain dibekali surat pengantar, OTDP juga diberi uang yang mencukupi untuk ongkos pulang dan makan selama perjalanan. Pihak terminal pun, sambung Santi, biasanya memberlakukan kebijakan pengurangan ongkos bagi OTDP.
“Pihak terminal juga sudah paham, ongkosnya tidak full. Kita anggarannya dari BKD (Badan Keuangan Daerah, red). Anggaran ini masuknya ke belanja tidak terduga,” ujarnya.
Santi mengakui, pihaknya selama ini terkendala pada ketersediaan shelter atau rumah aman bagi OTDP. Ketika mendapati OTDP yang melaporkan diri saat malam hari dan tidak memungkinkan untuk langsung dipulangkan, DSP3A terkendala pada tempat singgah sementara.
“Misalnya OTDP itu perempuan, ibu-ibu, atau anak-anak, yang datangnya malam hari, tidak memungkinkan untuk dipulangkan langsung. Setidaknya menginap dulu semalam. Baru besok paginya dipulangkan. Makanya kami perlu shelter untuk menampung sementara,” tuturnya.
Santi mengatakan, pembangunan shelter direncanakan tahun ini. Alokasi belanjanya kebetulan tidak terkena kebijakan refocusing anggaran. Lokasinya tepat di belakang kantor DSPPPA.
Sementara itu, Duta Sosial DSP3A Kota Cirebon, Tomi Setiawan mengatakan, tiap hari selalu ada OTDP yang mendatangi kantor DSP3A. “Tiap hari itu pasti ada saja yang datang. Terkadang di bawah lima orang atau saat ada Muludan di Cirebon biasanya datang sampai 10 orang. Mereka datang karena kehabisan ongkos,” ujarnya.
Tomi menambahkan, pelayanan di DSP3A dilakukan selama 24 jam. Sehingga jika ada OTDP yang datang pada malam hari tetap dilayani. Namun dikarenakan belum memiliki shelter, OTDP laki-laki bisa tidur di depan kantor. “Bagi perempuan atau yang bawa anak ada ruangan di dalam,” katanya. (jri)
Sumber: