Gula Petani Disegel, PG Rajawali II Operasi Pasar di Empat Daerah

Gula Petani Disegel, PG Rajawali II Operasi Pasar di Empat Daerah

PASCA penyegelan sedikitnya sekitar 7 ribu ton gula di dua pabrik gula, PG Sindanglaut dan PG Tersana Baru oleh tim Kementerian Perdagangan (Kemendag) karena dianggap tidak sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI), direksi PT PG Rajawali II akhirnya angkat bicara.
\"penyegelan
Manajemen PG Rajawali II konferensi pers. Foto: Fajri/Rakyat Cirebon
Direktur Utama PT PG Rajawali II, Audry H Jolly Lapian, mengatakan produksi gula nasional dari industri gula bebasis tebu saat ini diperkirakan 2,3-2,5 juta ton. Sementara konsumsi terus meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk. Di sisi lain, pabrik gula memiliki efesiensi dan kinerja belum optimal.

Ia menambahkan, pada musim giling 2017, penyegelan gula milik petani hasil produksi bulan Juni-Juli 2017 yang tersimpan di gudang PG Sindanglaut dan PG Tersana Baru oleh tim Kementerian Perdagangan (Kemendag) terkait mutu gula tidak sesuai SNI.

Audry menambahkan, dari hasil rapat koordinasi dengan Kemendag di Jakarta pada 22 Agustus lalu, ditindaklanjuti oleh managemen PT PG Rajawali II dengan melakukan operasi pasar (OP) di Kabupaten Cirebon, Majalengka, Indramayu, dan Subang secara serentak guna menarik produksi gula yang sudah beredar jika ditemui tidak sesuai SNI.

\"Kami akan tarik semua gula di pasaran dan mengganti dengan yang sesuai SNI, kalau memang ditemukan gula produksi PG Rajawali II yang tidak sesuai SNI. Secara internal kita berupaya semaksimal mungkin untuk membenahi proses di pabrik,\" ungkap Audry, saat jumpa pers, di kantornya di Jalan Wahidin Kota Cirebon, Rabu (30/8).

Pihaknya menepis rumor yang menyebutkan bahwa petani tidak bisa menjual gula hasil produksi. Dijelaskan Audry, kapasitas produksi di PG Jatitujuh sekitar 4.000 ton per hari, PG Subang sekitar 3.000 ton per hari, PG Tersana Baru sekitar 3.000 ton per hari, dan PG Sindanglaut sekitar 1.800 ton per hari.

“Yang disegel hanya di PG Sindanglaut dan PG Tersana sekitar 7.000 ton dan jumlah ini akan dievaluasi. Kami mampu memenuhi gula petani. target produksi total sekitar 90.000 ton di tahun ini,” ujarnya.

Mengenai penyegalan karena dianggap tak sesuai SNI, menurut Audry, merupakan resiko pihaknya. Sejak 2015 silam, SNI untuk gula sudah ditetapkan dan harus dipatuhi. “Jika ada gula yang kurang memenuhi standar, tidak bisa disalahkan (kalau tak boleh edar). Pabrik harus mematuhi aturan,” katanya.

Di sisi lain, Audry menjelaskan, bisnis utama PT PG Rajawali II adalah produksi gula dengan unit usaha PG Jatitujuh, PG Subang, PG Tersana Baru, PG Sindanglaut dan PSA Palimanan yang memroduksi ethanol dan spirtus.

Untuk menunjang dalam peningkatan produktivitas tanaman, PT PG Rajawali II mempunyai sebuah unit Pusat Penelitian Agronomi (Puslitagro) yang fokus pada pengembangan varietas baru. Sedangkan untuk pengembangan usaha terdapat juga unit divesifikasi produk, yaitu sebagai produsen kanvas rem dan pengelolaan sarana kesehatan melalui Aportek Raja Farm.

Saat ini prioritas managemen adalah mengkoordinasikan pengelolaan empat unit pabrik gula guna menghimpun kekuatan sinergis untuk memacu pertumbuhan. Kapasitas terpasang total untuk bahan baku tebu giling sebesar 11.800 TCD.

“Meliputi PG Sindanglaut 1.800 TCD, PG Tersana Baru 3.000 TCD, PG Jatitujuh 4.000 TCD dan PG Subang 3.000 TCD,” kata dia.

Sebelumnya, Wakil Ketua Daerah (DPD) Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Jawa Barat, Mae Azhar mengatakan, sebelum penyegelan dilakukan, tim Kemendag RI belum melakukan uji kelaikan gula di PG Sindanglaut. Maka dari itu, kata dia, penyegelan tersebut tidak mendasar. 

Ia mengaku, pihaknya juga memiliki alat ukur SNI dan dari tes yang dilakukan, produksi gula masih laik untuk dikonsumsi. 

Selain itu, Azhar juga meminta pemerintah secepatnya melakukan penghapusan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 persen terhadap gula petani. Di samping, pihaknya meminta pemerintah segera menghentikan gula impor maupun peredaran gula rafinasi.‎

\"Kami menduga ada permainan di tingkat atas. Sehingga gula rafinasi dan gula impor terkesan bebas di pasaran. Maka kami menuntut untuk menghentikan gula impor dan gula rafinasi,\" katanya. (jri)

Sumber: