“Kalau Mau Dilarang, Apanya? Kita Punya SIM, STNK dan Bayar Pajak”

“Kalau Mau Dilarang, Apanya? Kita Punya SIM, STNK dan Bayar Pajak”

SUDAH sepekan lebih ketegangan antara awak angkutan konvensional dan online terjadi di Kota Cirebon. Meski sempat memanas dan terjadi keributan di beberapa titik, awak angkutan online maupun sopir kini kembali beraktivitas seperti sedia kala. Sedangkan pemerintah dan DPRD Kota Cirebon masih mencari solusi terbaik.
\"kontroversi
Driver angkutan online. Foto: Ist./Rakyat Cirebon
Paska ketegangan yang terjadi antara awak angkutan konvensional dan online pada pekan lalu, sebagian awak angkutan online memilih beroperasi secara sembunyi-sembunyi, tanpa mengenakan identitas layanan aplikasinya. Langkah berbeda diambil Gojek.
Driver Gojek tetap mengenakan jaket dan helm identitas layanan aplikasi mereka. Para driver Gojek tak risau bila terjadi kericuhan hingga bentrok dengan awak angkutan konvensional.

“Sudah diinstruksikan semua driver harus memakai atribut. Tidak ada kekhawatiran. Insya Allah tidak akan terjadi apa-apa,” ungkap Koordinator Lapangan Paguyuban Driver Gojek Cirebon, Arif Maulana, saat ditemui di Jalan Veteran Kota Cirebon, Rabu (23/8).

Ia mengaku, sebelum menginstruksikan hal itu, pihaknya terlebih dahulu melakukan survei. Maksudnya, melihat kondisi di lapangan ketika driver Gojek mengenakan jaket dan helm identitas layanan aplikasi tersebut. Ternyata tak ada potensi konflik.

“Kita juga survei dulu, kalau pakai atribut nanti seperti apa. Tidak ada masalah. Paling hanya diteriaki. Selama belum benturan fisik, tidak perlu ditakuti. Selain itu, perlu komunikasi juga dengan ojek pangkalan di beberapa daerah yang selama ini dianggap rawan konflik. Kita izin ke mereka, karena sama-sama mencari nafkah,” tuturnya.

Dikatakan Arif, para awak angkutan online sempat berhenti beroperasi selama dua hari pada pekan lalu, ketika puncak penolakan yang disuarakan awak angkutan konvensional dan terjadi tindak kekerasan di beberapa lokasi. “Kita sebagian besar berhenti dulu selama dua hari,” katanya.

Ia juga mengaku heran dengan rencana kepolisian maupun Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Cirebon untuk menertibkan angkutan online. Arif menyebutkan, pihaknya telah membayar pajak kendaraan bermotor dan mengantongi Surat Izin Mengemudi (SIM).

“Dari kepolisian juga belum ada tindakan apa-apa. Kalau mau dilarang, apanya? Kita punya SIM, STNK dan pajak bayar,” kata dia.

Arif dan semua awak angkutan online berharap instansi terkait bisa segera menerbitkan perizinan berkaitan operasional mereka. Di samping itu, mereka juga meminta agar walikota Cirebon tidak menutup operasional angkutan online. Mengingat Kota Cirebon juga tengah gencar menggelorakan program smart city dan sebagian besar masyarakat lebih memilih angkutan online.

“Kita berharap pemerintah segera menerbitkan izin. Kita juga berharap Pak Walikota tidak menutup atau melarang angkutan online. Apalagi smart city sudah digulirkan. Kalau hanya mengandalkan angkutan konvensional, nanti kapan pintarnya kota ini? Masyarakat juga lebih butuh transportasi online,” terangnya.
Disampaikan Arif, pihaknya sudah berkirim surat ke Pemerintah Kota Cirebon tertanggal 21 Agustus 2017. Intinya, mereka meminta agar difasilitasi untuk beraudiensi guna menyampaikan aspirasinya. “Kita tidak mau demo-demoan. Sudah kirim surat untuk audiensi, tinggal menunggu jawabannya,” kata dia.
Senada disampaikan seorang driver Gojek, Sri Harjanto. Ia tak terima bila angkutan online di Kota Cirebon oleh pihak tertentu disebut liar. “Kalau dibilang liar itu salah. Kalau liar itu di hutan,” katanya. Ia berharap, polemik penolakan itu segera usai, sehingga antara angkutan konvensional dan online bisa saling bersinergi mencari nafkah bersama. (nurul fajri)

Sumber: