Pelaku Industri Kecil Menengah Kesulitan Permodalan

Pelaku Industri Kecil Menengah Kesulitan Permodalan

KEJAKSAN – Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kabupaten Cirebon Deni Agustin SE melalui Kepala Bidang Perindustrian Eli Lilis optimis produk lokal bisa bersaing di dengan kue milik para artis ibu kota.
\"dagin
Eli Lilis jelaskan potensi UMKM Cirebon. Foto: Suwandi/Rakyat Cirebon
Perempuan berkerudung itu mengaku, munculnya produk kue yang dibawa artis ibu kota ke Cirebon tidak serta merta mengganggu  pasar kue lokal di Cirebon.

Justru, kata dia, hadirnya  kue kekinian itu di Cirebon dianggap sebagai pertanda baik bahwa Cirebon punya pasar yang besar pada produk kue. Sehingga, pengusaha lokal khususnya pelaku industri kecil dan menengah (IKM) didorong untuk melakukan inovasi produk dan pemasaran agar produk dikenal luas masyarakat.

Lilis menilai, produk kue lokal punya standar kualitas yang tak kalah baik. Bahkan, produk lokal dinilai lebih unggul dari segi rasa dan bahan baku. Pasalnya, produk lokal dibuat dengan skala yang lebih kecil. Sehingga ketersediaan dan pemilihan bahan baku pun sangat diperhatikan.

Lebih lagi, tuturnya, kebanyakan pelaku IKM di bidang kue dan makanan olahan di Cirebon telah mengikuti program pelatihan untuk meningkatkan mutu produk. Hanya produk tertentu yang dapat diunggulkan sebagai produk lokal berkualitas yang dipromosikan oleh dinas tempatnya bekerja.

“Naiknya permintaan produk makanan milik para artis, malah menjadi tantangan. Seperti lapis mangga gedong gincu, terus cake on Cirebon, kolang – kaling alena. Itu saya yakin bisa menjawab tantangan tersebut dan itu harus kita dorong,” ungkap Lilis.

Menurutnya, produk tersebut merupakan beberapa dari yang dinilai unggul bahkan bisa menyaingin produk  kue kekinian para artis. Lilis yakin, produk pelaku IKM Cirebon tidak kalah memikat dari segi rasa. Apalagi, produk lokal secara sah merupakan oleh – oleh khas Cirebon.

Untuk itu, dinasnya tidak ragu mengenalkan produk – produk tersebut dalam berbagai kegiatan baik di dalam maupun di luar daerah. Sehingga pamor produk IKM Cirebon sebagai produk khas akan terus naik. 

Hanya saja, kata dia, produk  lokal masih terkendala permodalan untuk mengembangkan usaha. Untuk itu, tutur Lilis, Dinas Perdagangan dan Perindustrian terus mendorong pelaku IKM Cirebon tidak berhenti melakukan terobosan agar mudah dalam pengembangan bisnisnya.

“Baik legalitas produknya, kemasannya maupun kita bersama – sama membantu mereka untuk memasarkan. Dan mencari solusi bagaimana mereka mendapat modal yang mudah dengan bunga yang rendah,” tutup Lilis. 

Sementara itu, perwakilan BNI Kantor Cabang Umum (KCU)  Cirebon, Dian  Purnamasari menjelaskan, BNI telah menyiapkan program  khusus yang bisa diakses pelaku UMKM di Cirebon. Program kredit untuk membantu permodalan pelaku usaha diperuntukan untuk banyak sektor.

“KUR ini untuk sektor pertanian, perikanan, industri pengolahan, perdagangan dan jasa – jasa. Kalau pertanian bisa perkebunan, termasuk tanaman pangan, tanaman hotikultura, perkebunan dan peternakan,” ungkapnya.

Menurutnya, dengan suku bunga yang terbilang rendah dibanding bank lain, BNI mampu menjadi jawaban atas kesulitan permodalan pelaku UMKM di Cirebon. Permodalan menjadi tantang tersendiri bagi pelaku UMKM di Cirebon.

Pasalnya, kata dia, tidak semua UMKM dapat dengan mudah mendapatkan kredit permodalan. Alasannya, pelaku UMKM cenderung  kurang memperhatikan tertib administrasi keuangan. Sehingga saat dilakukan survei, bank calon pemberi pinjaman menolak.

Hal itu, kata dia, secara garis besar juga terlihat pada  prosentase akses perbankan masyarakat Indonesia yang terbilang sedikit ketimbang negara – negara lainHanya 3 persen saja pelaku UMKM mengakses permodalan melalui perbankan. 

Sisanya, tutur Dina harus berjibaku mencari pinjaman  sendiri.  Hal ini membuat UMKM di Indonesia khususnya di Cirebon cenderung lambat dalam mengembangkan usaha karena terganjal permodalan yang belum memadai. 

“Kenapa kesenjangan ini masih besar? Karena masih buruknya pencatatat administrasi pertanahan. Kedua persyaratan agunannya yang ketat. Ketiga kurangnya perlindungan yang memadai untuk hak UMKM sebagai debitur,” jelasnya.

Hasilnya, pelaku UMKM lebih senang mendapatkan bantuan permodalan dari lembaga informal meski dengan bunga yang lebih tinggi.  Padahal, UMKM menyerap dan menciptakan 97 persen lapangan kerja baru. Oleh karena  pengembangan UMKM sebaiknya didukung dengan permodalan yang meringankan.

“Ada dua jenis KUR yang pertama adalah KUR mikro dan KUR ritel. Untuk plafonnya sampai dengan Rp25 juta dengan maksimal Rp75 juta per debitur, jangka waktu maksimal 3 tahun dan 5 tahun dengan suku bungan 9 persen,” tutup Dian. (wan)

Sumber: