Bedug Ditabuh, Tanda Masuk Ramadan

Bedug Ditabuh, Tanda Masuk Ramadan

CIREBON - Menjelang bulan suci Ramadan, hampir sebagian besar daerah menggelar tradisi penyambutan dengan suka cita. Salah satunya seperti Keraton Kasepuhan.
\"keraton
PRA Arief  Natadiningrat tabuh bedug. Foto: Kim/Rakyat Cirebon 
Menyambut datangnya Ramadan, Keraton Kasepuhan masih melestarikan tradisi warisan dari Wali Songo, yakni menabuh bedug atau biasa disebut tradisi drugdag jelang Ramadan.

Tradisi tersebut, dianggap sudah dilakukan sejak dulu pada zaman Wali Songo. Dan sampai sekarang, Keraton Kasepuhan, melestarikannya setiap tahun menjelang bulan ramadan.

Pada Jumat (26/5) ba\'da Ashar, Sultan Kasepuhan Cirebon, PRA Arief Natadiningrat memimpin langsung dengan memulai tradiai drugdag.

Menurut Sultan, jika sudah dilakukannya tradisi drugdag, maka sudah merupakan tanda-tanda masuknya bulan suci ramadan tahun ini.

Dan drugdag, bukan hanya dilakukan pada sore hari menjelang Ramadan, melainkan juga ditabuh ketika dini hari menjelang waktu sahur selama bulan ramadan.

Bukan hanya sultan, kerabat keraton dan abdi dalem keraton, juga terus menabuh bedug peninggalan Sunan Gunung Jati tersebut selama hampir satu jam penuh. \"Setiap penabuh memiliki irama tersendiri dalam mengayunkan tongkat ketika menabuh bedug,\" kata dia.

Dikatakan, tradisi drugdag sudah ada sejak jaman Sunan Gunung Jati menyebarkan agama Islam di tanah Jawa. \"Drugdag juga ditabuh di Masjid Agung Sang Cipta Rasa pada malam hari. Dengan tujuan memberi tanda jika waktu sudah menunjukan tengah malam,\" kata dia.

Selain itu, menurutnya, hal itu dilakukan sebagai prngingat waktunya solat malam. \"Bahkan, dapat diartikan sebagai tanda agar masyarakat mempersiapkan diri menjelang waktu sahur,\" kata dia.

Hal ini, kata dia, dulu dilakukan oleh Sunan gunung Jati untuk memberikan informasi datangnya bulan Ramadan kepada masyarakat. \"Selain di keraton, bedug juga dibunyikan di Komplek Gunung Jati dan Masjid Agung Sang Ciptarasa,” katanya.

Menurutnya, penggunaan bedug ini adalah suatu kebanggaan masyarakat lokal pada zaman dulu. \"Karena, Sunan Gunung Jati lebih memilih menggunakan bedug jika dibandingkan yang lain,\" kata dia.

Padahal, kata dia, dulu juga ada alat dari cina dan Arab tapi, kata dia, Sunan Gunungjati lebih memilih bedug ketimbang yang lainnya. \"Dan kita sebagai generasi penerus, tentunya akan tetap melestarikan kebudayaan ini agar lestari dan menjadi tradisi setiap tahun,\" katanya.

Selain tradisi drugdag, menurutnya, Keraton Kasepuhan juga melestarikan tradisi lain seperti tradisi maleman, tadarusan, khataman dan beberapa tradisi lainnya yang dilakukan pada Ramadan.
\"Tradisi maleman akan dilaksanakan pada tanggal 20 ramadan ke atas, khususnya tanggal ganjil. Disitu ada beberapa perlengkapan yang dikeluarkan karena dipercaya malam Lailatul Qadar itu turun pada malam ganjil setelah tanggal 20 ramadan nanti,\" kata dia. (kim)

Sumber: