Dana Desa Terancam Hangus

Dana Desa Terancam Hangus

Perbup ADD Lambat, Pamong Desa Resah Tak Dapat Tunjangan

MAJALENGKA - Lambannya pencairan Alokasi Dana Desa (ADD) hingga triwulan II tahun 2017 bukan terletak pada masalah administrasi, melainkan persoalan Peraturan Bupati (Perbup) ADD yang baru keluar.
\"dana
Warga berkumpul membahas kenaikan PBB. dok. Rakyat Cirebon
Pemerhati kebijakan di Kabupaten Majalengka, Yayat Nurhayat mengatakan jika Perbup yang mengatur perubahan anggaran desa sudah keluar maka pencairan tidak sampai terlambat. 

Selain itu, pagu indikatif untuk ADD juga belum dikeluarkan oleh Pemkab Majalengka. Sementara Desa harus sudah penetapan APBDes-nya.

Sementara itu, kata dia, sekarang ada peraturan Menteri Keuangan (PMK) no 50 tahun 2017 yang mana penyaluran tahap 1 paling cepat April dan paling lambat Juni. Kalau sampai bulan Juni belum disalurkan maka dana tersebut hangus.

 \"Kalaupun administrasinya sudah siap, namun tidak didukung dengan dasar hukum, anggaran desa juga tidak akan bisa cair,\" ungkapnya, Selasa (8/5).

Belum cairnya ADD hingga kini. Akibatnya, perangkat desa resah karena tidak bisa menerima tunjangan yang melekat di dalamnya. Menurut anggota BPD di Kecamatan Cikijing, Memen Nuryaman mengatakan jika banyak perangkat desa yang mulai mengeluh.

Menurutnya, di Kabupaten lain, perbup dan pencairan tunjangan itu biasanya dilakukan di awal Maret kemarin. Tapi hingga memasuki Mei 2017, tunjangan itu tidak diberikan karena ADD tidak kunjung cair.

Sebenarnya yang lebih penting dari pencairan ADD itu adalah pembangunan di desa, bukan tunjangan. Dia berharap ADD segera dicairkan, sehingga pembangunan di desa bisa berjalan sesuai yang direncanakan.

 “Hal ini tidak hanya terjadi di desa saya. Di desa lain juga sama. Jelas pembangunan di desa akan berjalan terseok-seok. Mau bergerak bagaimana kalau ADD itu tidak cair,” ucapnya.

Memen juga merasa bingung, sebab di Kabupaten Majalengka ada indikasi pencairan ADD itu berkaitan erat dengan pelunasan PBB. 

Padahal, hal itu sama sekali tidak ada kaitannya. Dia mencontohkan, ada anggapan ADD tidak akan dicairkan selama pelunasan PBB belum mencapai presentase yang ditentukan.

Tidak hanya itu, desa juga harus memenuhi persyaratan. Seperti halnya menyetor draf APBDes yang berpatokan pada RPJMDes dan RKP. 

Sementara penentuan pagu berdasarkan beberapa indikator. Seperti luas wilayah, jumlah keluarga miskin, dan tingkat kesulitan akses tranportasi. Dengan demikian, pagu untuk tiap desa tidak sama.

“Jadi APBDes ditetapkan berdasarkan perbup yang ada, Itulah prosedur yang harus diselesaikan oleh desa,” ungkapnya.

Sementara itu, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Majalengka mempertanyakan terkait lambatnya peraturan bupati (perbup) yang hingga saat ini belum ada. Sebagai contoh untuk pembagian 10 persen dana bagi hasil (DBH) desa saja, hingga saat ini belum ada perbupnya.

Hal ini diungkapkan Anggota Fraksi PAN DPRD, Mohammad Hanurajasa bahwa selaku komisi 2 pihaknya sempat mengingatkan dan mengkritisi pihak eksekutif, bahwa harus ada perbup untuk pembagian dana bagi hasil 10 persen dengan desa.

\"Tapi hingga saat ini perbupnya juga tidak keluar. Kalau belum ada perbupnnya nanti, kasihan desa-desa di masa yang akan datang akan menjadi persoalan, bisa saja untuk anggaran dana desa terkendala dan lain sebagainya. Sementara jika sudah ada perbupnya semuanya sudah jelas,\" ungkapnya, saat ditemui di kantor fraksinya, Senin (8/5).

Hanurajasa juga mengatakan, posisi sekarang ini keberpihakan kepada masyarakat kecil semakin rentan. Karena imbas kenaikan NJOP yang kemudian berimbas pada naiknya PBB membuat masyarakat berteriak.

\"Sempat saya berkordinasi dengan BKAD. Soal NJOP secara perda dan perbup sudah tidak sesuai, tiga tahun ke belakang PBB itu memang sudah naik. Makanya untuk penyesuaian dibuatlah perda baru yang akan mervisi perda Nomor 2/2014. Ada satu pasal bahwa setiap tiga tahun harus naik. Namun perda ini harus segera direvisi,\" ujarnya.

Hanurajasa menambahkan, perda yang akan merevisi ini mau dibahas, tapi kemudian muncul PBB yang naik mencapai 400 persen. \"Wajar sekiranya masyarakat berteriak. Karena kenaikannya seolah langsung meloncat, tidak bertahap,\" ungkapnya.

Hal senada diungkapkan Ketua Komisi 4, Dr Hamdi yang mengatakan bahwa kenaikan PBB membuat masyarakat berteriak dan keberatan. 

Berdasarkan reses di sembilan kecamatan yakni di Kecamatan Kertajati, Jatitujuh, Ligung, Kadipaten, Dawuan, Kasokandel, Jatiwangi, Palasah, Sumberjaya, sebagian besar masyarakat mengungkapkan keberatannya pada kenaikan PBB.

\"Hampir semua masyarakat merasa keberatan dengan naiknya PBB. Sewaktu reses rata-rata masyarakat mempertanyakan hal itu,” ungkapnya singkat. (hsn/hrd)

Sumber: