Kamis 02-03-2017,08:00 WIB
KESAMBI - Angka perceraian di Kota Cirebon setiap tahun mengalami peningkatan. angka kenaikan tersebut bisa terlihat dari data kasus perceraian yang ditangani oleh Pengadilan Agama Kelas 1B Kota Cirebon.
|
Atikah Komariah ungkap data perceraian. Foto: Asep/Rakyat Cirebon |
Data yang berhasil dihimpun wartawan koran ini di kantor Pengadilan Agama, menyebutkan bahwa sepanjang tahun 2016 lalu terjadi sebanyak 939 permohonan perceraian yang masuk, baik cerai gugat dari pihak istri maupun cerai talak dari pihak suami.
Jika dirata-ratakan, maka pada tahun lalu dalam sebulan Pengadilan Agama kelas 1B Kota Cirebon menangani 70 kasus. Pada tahun 2017 ini, dua bulan berjalan, permohonan perkara perceraian sudah tercatat ada 153 perkara, sehingga diratakan dalam satu bulan hampir ada 77 kasus.
Petugas Informasi di Kantor Pengadilan Agama kelas 1B Kota Cirebon, Atikah Komariah SAg membenarkan bahwa telah terjadi peningkatan angka perceraian di dua bulan berjalan tahun 2017 ini.
\"Kalau kita lihat secara menyeluruh tahun kemarin kemudian dirata-ratakan dalam satu bulan, bisa dihitung memanng terjadi peningkatan pada dua bulan ini,\" ungkap Atikah kepada wartawan koran ini saat ditemui di ruangannya, kemarin.
Dari dua pihak pengaju, lanjut dia, keseluruhan perkara yang masuk kepada pihak pengadilan didominasi oleh permohonan cerai gugat, yang mana pada cerai gugat pihak istri mengajukan gugatan kepada suami.
\"Kebanyakan memang cerai gugat, jadi di Kota Cirebon ini masih banyak usia pernikahan muda, tidak membayangkan kedepan akan seperti apa, jadi mungkin menyesal menikah muda, si istri menggugat cerai suaminya,\" jelas atikah.
Selain faktor usia, banyaknya angka cerai gugat di kota Cirebon juga diduga karena banyaknya para suami yang merantau dalam waktu lama. \"Suami merantau lebih dari tiga tahun, si istri juga tidak sabar menunggu, kemudian mengajukan gugatan, biasanya seperti itu,\" imbuhnya.
Penyebab paling krusial dari banyaknya perkara perceraian, ditambahkan Atikah tidak bisa lepas dari beberapa faktor. Yang paling mendominasi adalah faktor terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), ekonomi serta perselingkuhan atau poligami.
\"Ya banyak faktornya mas, biasanya karena KDRT atau juga faktor ekonomi. kita juga upayakan dengan mediasi, tapi tingkat keberhasilannya kecil, makannya harus ditekan dari awalnya, sebelum menjalankan pernikahan,\" katanya. (sep)