Reseller Batik Untung Lebih Besar
CIREBON - Kawasan Trusmi dan sekitarnya sudah lama dikenal sebagai sentra batik di Cirebon. Membatik bagi sebagian besar masyarakatnya merupakan salah satu mata pencaharian.
Selain dikenal sebagai sentra penjualan, kawasaan Trusmi juga dikenal sebagai kantungnya perajin batik. Begitu juga dengan desa lainnya. Misalnya Desa Gamel. Desa yang bersebelahan dengan kawasan Trusmi ini juga menjadikan batik sebagai ladang penghasilan warga.
Batik di Trusmi maupun desa Gamel sendiri memproduksi batik cap, batik cetak (printing, red), dan batik tulis. Yang terakhir merupakan teknik batik yang masih banyak dilakukan perajin batik tradisional. Harga jualnya pun terbilang lebih mahal.
Salah satu perajin batik di Desa Gamel, Sumarni menuturkan, membatik sudah menjadi kegiatanya sehari-hari. Setiap hari, tak sulit menemukan kumpulan ibu-ibu yang sedang membatik. Bahkan, ada sejumlah ibu yang membatik sambil mengasuh anaknya.
“Kebanyakan ibu-ibu di sini membatik itu sudah menjadi kegiatan sehari-hari. Dari pada nganggur mending membatik bisa dapat penghasilan,” ungkap Sumarni kepada Rakyat Cirebon, kemarin.
Menurutnya, saking banyaknya yang pembatik, dalam satu blok ada sekitar lima sampai tujuh perajin batik yang mempekerjakan warga setempat. Mayoritas dari mereka adalah ibu-ibu rumah tangga. Satu lembar kain batik bisa dibuat dalam satu satu minggu.
Sumarni menuturkan, pekerjaan membatik akan semakin cepat diselesaikan juga pekerjanya banyak. Pasalnya, untuk membuat satu lembar kain batik dibutuhkan lebih dari lima kali pemrosesan mulai dari membuat sampai degan pewarnaan.
“Sehingga, membatik membutuhkan ekstra konsentrasi. Pewarnaan, motif batik yang terlukis di kain harus betul-betul sesuai motif yang diinginkan. Cacat sedikit saja, harga jual kain batik akan semakin menurun,” ujarnya.
Ia menungkapkan, sejak 7 tahun memulai usahanya, kini Sumarni sudah mempekerjakan sekitar 15 orang, yang terdiri dari tenaga desain, pencantingan, pewarnaan hingga penjualan. Dari batik inilah, Sumarni dapat memenuhi kebutuhan sehari-harinya.
Sayangnya, kata dia, di tingkat perajin harga batik masih dijual dengan harga rendah jika dibanding dengan proses produksinya yang rumit. “Keuntungan terbesar justru diraih para reseller batik yang memiliki workshop batik di sekitar kawasan Trusmi,” imbuhnya.
Sementara itu, Casyanto, selaku bagian pemasaran batik tradisional mengatakan, harga jual batik dari perajin dibandng harga jual di workshop hampir melebihi dua kali lipatnya. Kendalanya, karena belum banyaknya perajin batik yang bisa memasarkan produknya sendiri.
Dikatakanya, perajin masih mengandalkan reseller sebagai gerbang penjualan. Sementara reseller sendiri biasanya akan menjual produk batik dari dengan harga lebih tinggi sesuai dengan aturan perusahaan.
“Keuntungan terbesar ada pada reseller mereka yang punya toko-toko. Kalau perajin hanya mendapat upah tidak seberapa. Kedalanya karena perajin itu belum banyak yang bisa menjual produknya sendiri. Masih mengandalkan reseller,” katanya.
Oleh karena itu, Yanto berharap, ada perhatian serius dari pemerintah pada perajin batik di tingkat bawah. Agar kesejahteraan perajin batik bisa meningkat. Dengan begitu akan semakin banyak pula warga yang tertarik menjadi perajin batik.
“Sebgian besar perajin batik di Desa Gamel ibu-ibu yang berusia lanjut. Generasi mudanya, lebih senang bekerja di pabrik atau sektor lain selain batik,” pungkasnya. (wan/mgg)
Sumber: