Gunakan Peralatan Manual dan Minim Pekerja

Gunakan Peralatan Manual dan Minim Pekerja

Proyek Jembatan Sumurwuni Deadline Lusa, Tiang Penyangga Jembatan Digeser ke Sisi Sungai

HARJAMUKTI – Kendati waktu tersisa tiga hari lagi, menghitung hari ini, namun proses pembangunan jembatan di RW 07 Sumurwuni, Kelurahan Argasunya, Kecamatan Harjamukti belum menunjukkan percepatan yang signifikan.
\"proyek
Proyek jembatan Sumurwuni. Foto: Fajri/Rakyat Cirebon

Malah, kemarin (18/12) terlihat, hanya ada 6 orang pekerja dengan menggunakan peralatan manual.

Berdasarkan pantauan wartawan koran ini di lokasi pembangunan, terlihat keenam pekerja tangah mengaduk bahan betonan menggunakan mixer manual berukuran kecil di salahsatu sisi sungai untuk membuat tiang penyangga jembatan.

Lantaran sudah dua kali ambruk terhempas aliran sungai, kontraktor pun memilih untuk menggeser titik lokasi pembangunan tiang penyangga jembatan.

Lokasi tiang penyangga yang semula berada di badan sungai, kini diputuskan untuk digeser ke arah daratan di kedua sisi sungai.

Hal itu dilakukan untuk menghindari hempasan aliran sungai yang apabila turun hujan, sangat deras. Jembatan itu diproyeksikan dibangun sepanjang 36 meter dengan lebar 3 meter.

Salahsatu pekerja menyebutkan, pihak kontraktor PT Ratu Karya menginstruksikan para pekerja di lokasi proyek untuk menggeser lokasi pijakan tiang penyangga jembatan.

“Sebelumnya tiang betonan penyangga jembatan itu dibangun persis di sungai bagian pinggir, tapi sekarang digeser ke daratan,” ungkap pekerja itu, sambil menjalani aitivitas pembangunan, Minggu (18/12). Ia enggan menyebutkan identitasnya.

Ditambahkannya, penggeseran lokasi pijakan penyangga jembatan dilakukan untuk menghindari hempasan aliran sungai yang sangat deras apabila turun hujan.

Dikatakan pekerja yang merupakan warga setempat itu, konstruksi kerangka jembatan sudah dua kali ambruk dihempas aliran sungai yang sangat deras.

“Karena sudah dua kali ambruk terkena aliran air sungai yang sangat deras, jadi lebih baik dipindah. Kalau dibangun di sana (sungai, red) pasti ambruk lagi. Karena selain aliran airnya deras, tanahnya juga di dasar sungai itu labil,” jelasnya.

Dia juga mengatakan, digunakannya mixer manual untuk mengaduk bahan coran, lantaran mixer berukuran besar tidak bisa mengakses lokasi proyek.

Terlebih lokasi yang berada di sisi sungai seberang titik awal pembangunan.

“Apalagi yang di sana (menunjukkan lokasi sebrang dari bibir sungai tersebut), tidak mungkin mobil molen (mixer, red) bisa sampai ke sana,” ujarnya.

Saat disinggung mengenai waktu tersisa hanya tiga hari atau persisnya Rabu, 21 Desember, pekerja yang terlihat mengenakan peci itu mengaku tidak mengetahuinya.

Ia hanya mengerjakan sesuai instruksi kontraktor. “Seselesainya saja,” singkat dia.

Di tempat yang sama, pekerja lainnya, Sutari menyampaikan, pembangunan jembatan yang menghubungkan RT 02 dan RT 03 di RW 07 Sumurwuni itu sudah mengalami dua kali ambruk.

Pertama, disebutkan Sutari, terjadi pada bulan lalu dan yang kedua kali terjadi pada akhir pekan lalu.
“Kalau yang ambruk pertama kali itu baru terpasang kerangka besinya, tapi ambruk dan hanyut terkena aliran air yang sangat deras. Nah, yang kedua kali, sudah dicor dan hampir jadi jembatannya, tapi ambruk juga pada Jumat malam pekan kemarin,” jelas Sutari.

Dikatakan Sutari, kerangka besi yang dipasang di dua sisi pada Sungai Benda itu sebenarnya sudah ditancapkan ke dasar sungai.

Namun, karena derasnya aliran air, terlebih bila hujan turun, tiang penyangga jembatan tidak kuat.

“Kalau tiang penyangga sih sudah dipasang dengan ditanam, tapi tetap saja tidak kuat menahan derasnya air sungai kalau hujan,” katanya.

Sementara itu, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Perumahan Energi dan Sumber Daya Mineral (DPUPESDM) Kota Cirebon, Ir Budi Rahardjo MBA mengaku, pihaknya sudah mendapati informasi ambruknya pembangunan jembatan senilai Rp1.197.205.000 di Sumurwuni tersebut.

Budi menjelaskan, ambruknya kerangka jembatan dipicu oleh faktor alam, yakni lapisan tanah yang mudah terjadi pergeseran dan hantaman aliran air sungai yang kencang apabila turun hujan.

“Di sana memang ada sesar atau lapisan tanah yang tidak menyatu, sehingga mudah terjadi pergeseran. Kebetulan tiangnya itu berdiri di atas sesar. Ditambah lagi ada aliran air yang deras, jadi bisa sampai ambruk,” jelas Budi. (jri)

Sumber: