Uang Debu dan CSR Beda

Uang Debu dan CSR Beda

DPRD dan Walikota Beda Pandangan Soal Kompensasi Dampak Debu Batubara

KESAMBI – Masyarakat di kawasan kerja Pelabuhan Cirebon jelas dirugikan. Selain terkena dampak debu, masyarakat sekitar juga tidak pernah mendapatkan kompensasi atas dampak yang merusak kesehatannya.
\"edi
Edi Suripno. Foto: Sudirman/Rakyat Cirebon

Uang debu yang merupakan kompensasi atas dampak pun kini lenyap tanpa jejak. Uang debu yang jika dikumaltifkan dari 2006 hingga sekarang senilai Rp80 miliar hilang entah kemana.

Agar tak terjadi hal semacam itu, Ketua DPRD Kota Cirebon, Edi Suripno SIP MSi mengatakan, untuk kedepannya, agar uang debu atau kompensasi bagi masyarakat itu tidak menjadi persoalan, seharusnya, melibatkan semua pihak yang terlibat.

Menurut Edi, pengusaha dan PT Pelindo II Cabang Cirebon wajib memberitahu masyarakat tentang adanya kompensasi berkedok uang debu itu.

“Libatkan semua pihak, jangan sampai ada masyarakat yang tidak tahu tentang hal tersebut. Blue print-nya atau proposalnya harus lengkap pula agar jelas. Dan, kami (DPRD) hanya mengawasi saja tugasnya,” kata Politisi PDIP itu, kemarin.

Ditegaskan politisi partai berlambang banteng moncong putih itu, uang kompensasi itu bukan bagian daripada Corporate Social Responsibility (CSR). Nilai kompensasi, sambung Edi, jauh lebih besar dibandingkan dengan CSR.

“Kalau CSR itu mempunyai nilai kelembagaan, nominalnya pun kecil menurut saya,” tegasnya.

Uang kompensasi, menurutnya, lebih kepada peran para pengusaha dan operator, yakni Pelindo dalam memberikan kontribusi kepada masyarakat yang legal, ada hitam diatas putih.

Masih dikatakan Edi, pengelolaan uang kompensai itu harus dikelola oleh badan khusus yang diisi oleh perwakilan dari masyarakat, pemerintah, pengusaha dan operator. Hal tersebut sambungnya, tentu untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

“CSR itu berapa sih, tapi kalau kontribusi pengusaha, saya yakin akan jauh lebih bisa menjawab persoalan. Tetapi, kita tidak mengenisiasi itu, kalau itu disepekati pihak-pihak yang terlibat, maka kita juga sepakat,” tandasnya.

Sementara itu, Walikota Cirebon, Drs Nasrudin Azis SH beda pendapat dengan Ketua DPRD Kota Cirebon. Azis hanya berencana, jika aktivitas bongkar muat batubara dibuka kembali.

Pihaknya mewajibkan para pengusaha batubara untuk memprogramkan tanggung jawab sosial atau corporate social responsibility (CSR) saja.

Pasalnya, ia juga mengakui, 12 tahun lamanya aktivitas bongkar muat batubara di Pelabuhan Cirebon sama sekali tidak berkontribusi bagi Kota Cirebon.

“Nantinya, Pendapatan Asli Daerah (PAD) bisa dalam bentuk CSR. Makanya, kalau bongkar muat batu bara dibuka kembali di Pelabuhan Cirebon, saya akan wajibkan CSR bagi semua pengusaha,” katanya. (man)

Sumber: