Pedagang Enggan Jual Daging Impor

Pedagang Enggan Jual Daging Impor

Cegah Inflasi Tinggi, Masyarakat Diimbau Tidak Konsumtif saat Ramadan

KEJAKSAN – Beberapa hari menjelang Ramadan, selain harga sejumlah barang kebutuhan pokok meningkat, permintaan konsumen pun ikut melonjak. Seperti yang terjadi pada komoditas daging.
\"sekda
Sekda Cirebon sidak Pasar Kanoman. Foto: Fajri/Rakyat Cirebon

Biasanya, lantaran permintaan barang tinggi, daging impor juga turut beredar di pasaran.
Namun, untuk di Kota Cirebon, hampir semua pedagang daging menolak untuk menjual daging impor. Mereka lebih memilih menjual daging lokal.

Seperti yang disampaikan salahsatu pedagang daging di Pasar Kanoman Kota Cirebon, Diding, kemarin.

Sampai sejauh ini, dirinya tak berminat menjual daging impor.

“Saya tidak mau jual daging impor. Lebih baik daging lokal saja,” ungkap Diding, di sela-sela monitoring yang dilakukan Disperindagkop UMKM dan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Kota Cirebon, Kamis (2/6).

Diding berterus terang, keenganan dirinya menjual daging impor lantaran kualitasnya buruk.
Dikatakan dia, daging sapi impor hanya memiliki kekuatan untuk tetap segar hanya dalam hitungan jam.

“Tidak bisa lama. Setelah dikeluarkan dari pendingin, kemudian dipajang di sini (lapak jualan, red), paling hanya beberapa jam sudah berwarna hijau dan bau busuk, dikerubutin lalat juga,” jelasnya.
Meskipun, harga daging sapi impor relatif lebih murah dibanding harga daging sapi lokal. Namun, Diding mengaku tak tergiur dengan harga yang lebih murah dan potensi keuntungan besar.
“Memang harganya lebih murah. Tapi saya tidak tergiur,” katanya.

Dikatakannya, harga daging sapi lokal saat ini pada kisaran Rp95-120 ribu/kg. Untuk daging bercampur lemak, biasanya dijual dengan harga sekitar Rp95 ribu/kg. “Kalau daging semua dan kualitas bagus ya itu Rp120 ribu/kg,” kata dia.

Diakuinya pula, sampai kemarin, permintaan pasar masih terbilang stabil, meskipun sudah mendekati Ramadan.

Tapi, ia tak membantah, biasanya satu atau dua hari menjelang Ramadan, permintaan pasar akan meroket. “Kalau sekarang sih paling 50 kg/hari. Tapi biasanya akan meningkat kalau sehari atau dua hari mau bulan puasa,” katanya.

Sementara itu, Ramadan biasanya menjadi momen dimana tingkat inflasi meningkat. Makanya, Pemerintah Kota Cirebon mengimbau kepada masyarakat untuk tidak konsumtif pada saat Ramadan.

“Kita mengimbau agar masyarakat tidak konsumtif. Dan kita juga akan berusaha memberi edukasi kepada masyarakat, baik langsung maupun melalui tokoh masyarakat agar tidak konsumtif saat Ramadan,” kata Sekretaris Daerah Kota Cirebon, Drs Asep Dedi MSi, di sela-sela monitoring.

Untuk menyeimbangkan kenaikan harga pangan di pasar, lanjut Asep Dedi, pihaknya berencana akan melakukan operasi pasar dan bazaar murah, yang rencananya akan digelar dua kali di saat Ramadan.

“Sehingga, diharapkan bisa membantu masyarakat sekaligus menjaga stabilitas harga pasar,” katanya.
Senada disampaikan Deputi Kepala Perwailan Bank Indonesia Cirebon, Rawindra Ardiansyah, yang juga turut serta melakukan monitoring ke pasar.

Pihaknya berencana akan melakukan pendekatan kepada tokoh masyarakat maupun tokoh agama, agar bisa bersama-sama mengimbau masyarakat untuk tidak konsumtif selama Ramadan.

“Karena seharusnya pada bulan puasa, kita bisa menahan diri. Termasuk menahan untuk tidak konsumtif,” kata Rawindra.

Tingginya inflasi saat Ramadan dan Lebaran Idulfitri, dikatakaan Rawindra, juga karena ekspektasi masyarakat itu sendiri.

Masyarakat, kata dia, cenderung berlebihan membeli barang di pasaran. “Misalkan, biasanya beli gula hanya setengah kilogram, tiba-tiba bisa menjadi 1,5 kg,” kata Rawindra.

Kepala Disperindagkop UMKM Kota Cirebon, Drs Agus Mulyadi MSi mengakui, harga sejumlah bahan kebutuhan pokok masyarakat sudah mulai merangkak naik.

Untuk itu, pihaknya akan melakukan beberapa strategi. “Selain kita akan terus memantau, kita juga sudah menyiapkan operasi pasar dan bazaar murah,” katanya. (jri)

Sumber: