Warga Ujunggebang Pertanyakan Transparansi APBDes dan Pengelolaan Dana Desa

Warga Ujunggebang Pertanyakan Transparansi APBDes dan Pengelolaan Dana Desa

Masyarakat Ujunggebang Kecamatan Susukan Kabupaten Cirebon melakukan audiensi denggan Pemdes setempat. FOTO : IST/RAKYAT CIREBON--

CIREBON, RAKYATCIREBON.DISWAY.ID – Puluhan warga Desa Ujunggebang, Kecamatan Susukan, Kabupaten Cirebon, menggelar audiensi dengan Pemerintah Desa (Pemdes) setempat Jumat (23/5). Mereka mempertanyakan transparansi dalam pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) tahun 2024 serta berbagai kebijakan lainnya.

Audiensi yang digelar di balai desa ini hanya mengizinkan 10 orang perwakilan warga untuk masuk. Namun antusiasme masyarakat sangat tinggi hingga halaman balai desa dipadati warga. Hadir dalam kesempatan tersebut jajaran Forkopimcam Susukan, Kuwu Ujunggebang Tariman, dan sejumlah perangkat desa.

Dalam audiensi, warga menyampaikan beragam pertanyaan terkait penyelenggaraan pemerintahan desa. Salah satu perwakilan warga, Sono, yang juga mantan Sekretaris Desa, menyoal pengangkatan perangkat desa yang dianggap tidak transparan serta pemberhentian dirinya sebagai perangkat desa yang hingga kini belum disertai Surat Keputusan (SK) resmi.

"Saya sampai saat ini belum menerima SK pemberhentian dari kuwu," tegasnya.

Ia juga mempertanyakan legalitas pengangkatan staf desa yang dinilai tidak sesuai dengan ketentuan dan kemampuan keuangan desa. Menurutnya, berdasarkan regulasi terbaru, tidak ada lagi jabatan staf desa, melainkan digantikan dengan unsur tenaga pendukung yang memiliki hak dan kewajiban berbeda.

Persoalan lain yang diangkat warga adalah proses lelang tanah titisara yang digelar di akhir tahun 2024, bukan setelah panen rendeng seperti biasanya. Hal ini dianggap mengurangi potensi Pendapatan Asli Desa (PAD).

Lebih lanjut, Sono menyoroti adanya selisih dalam laporan PAD dari hasil lelang tanah titisara. "Kenapa PAD dari lelang disebut Rp302 juta, tapi dalam APBDes hanya tercantum Rp194 juta? Sisanya ke mana?" tanyanya.

Menanggapi hal tersebut, perangkat desa Agus menyebutkan bahwa telah dibuat APBDes Perubahan pada 28 Desember 2024. Namun, pernyataan ini langsung dibantah oleh Sono yang menunjukkan fakta bahwa Camat Susukan justru baru melayangkan surat permintaan penyusunan APBDes Perubahan pada 14 Maret 2025.

"Kalau memang sudah ada APBDes Perubahan pada Desember 2024, tidak mungkin camat meminta dibuatkan lagi pada Maret 2025," tegasnya.

Warga juga menyoroti dugaan pungutan liar (pungli) melalui dana suksara desa. Sono mengungkapkan bahwa dari sekitar 750 bau lahan, setiap petani diminta memberikan 80 kilogram gabah, yang jika dikalkulasikan mencapai sekitar Rp360 juta.

Namun, hingga kini tidak ada kejelasan mengenai dasar hukum maupun pertanggungjawaban dana tersebut. Saat ditanya, Kuwu Tariman hanya menjawab singkat bahwa hal tersebut merupakan kebiasaan lama.

"Ya ini kan kebiasaan dari dulu," ujarnya.

Warga lainnya, Darsono dan Suparjo, turut mempertanyakan legalitas APBDes Perubahan 2024. Mereka menilai dokumen tersebut tidak sah karena hanya ditandatangani oleh empat dari sembilan anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD).

"APBDes Perubahan tidak memenuhi syarat karena tidak ditandatangani mayoritas anggota BPD," ungkap Darsono, yang juga mantan Ketua BPD Ujunggebang.

Suparjo juga menyinggung tidak transparannya dana kegiatan adat desa Mapag Sri yang hingga kini tidak memiliki laporan penggunaan yang jelas.

Secara umum, warga mengaku kecewa dengan jalannya audiensi karena tidak semua pertanyaan dijawab dengan tuntas. Bahkan, audiensi yang berlangsung di bawah pengamanan ketat aparat TNI-Polri itu dinilai terlalu berlebihan untuk sebuah pertemuan warga dengan pemerintah desa. (zen)

Sumber: