“Presiden terpilih bukan lagi petugas oliqarki. Calon terpilih adalah hasil dari seleksi jutaan manusia terbaik di Indonesia. Kami sebagai relawan menolak pengkhianatan koalisi partai untuk rakyat atas persyaratan dasar proses pencalonan hanya berdasarkan keputusan elite partai koalisi. Harus mempertimbangkan suara pemilih masing-masing partai. Tidak ada pengkhianatan antara suara yang diinginkan masyarakat dengan keputusan akhir dari elite koalisi partai. Antara aspirasi rakyat dengan pilihan partai harus linier,” terangnya.
Penyelenggara pemilu jangan sampai melakukan kecurangan dengan memberikan ruang khusus mempermudah, memberikan fasilitas atau mendukung paslon tertentu. Proses dari awal dan sampai akhir ketetapan pemenang pemilu harus dilakukan dengan prosedur dan kaidah yang sudah diamanatkan dalam UU pemilu. Pengawasan pemilu harus mampu meniadakan dan menghindari berbagai kecurangan pemilu. Sikap dan sangsi tegas harus dijatuhkan bagi yang melanggarnya.
“Tentunya kami juga punya hak suara baik secara individu atau kolektif atas nama relawan, memberikan sikap tegas jika imbauan dan harapan kami hanya sekedar didengar dan ditampung, tidak dianggap masukan positif untuk proses seleksi dan pemilihan kepemimpinan bangsa. Kami akan melakukan serangkaian pesan dan tindakan moral,” tegasnya.
Bahkan, lanjut alumnus FISIP UGM itu jika terpaksa pihkanya siap melakukan gerakan politik dengan tidak akan memilih atau mencoblos nama presiden selain tokoh-tokoh yang diusung relawan. “Kami relawan akan tetap mendukung pilpres dan pileg dan datang ke TPS hanya kami akan membiarkan kartu suara bersih tanpa ada goresan paku atau tidak ada bekas tusukan benda apapun. Kami akan golput baik untuk suara Legeslatif dan suara Presiden,” pungkasnya. (zen)