Harmonisasi Peran Penegak Hukum dalam Pemberantasan Korupsi di Majalengka

Rabu 05-10-2022,16:00 WIB
Editor : Rekriyan daniswara

RAKYATCIREBON.ID, MAJALENGKA - AN (37 tahun) punya pengalaman yang tidak terlupakan. Meski tidak dikurung dalam tahanan, dia harus bolak-balik diperiksa oleh petugas kepolisian.

 

Tidak lama setelah selesai dimintai keterangan oleh petugas kepolisian dalam suatu ruangan di markas kepolisian wilayah Majalengka, AN harus kembali memenuhi “undangan” resmi dari pihak Kejaksaan Negeri Majalengka.

 

AN sendiri adalah seorang sekretaris desa di wilayah Kabupaten Majalengka. Dia menceritakan, bolak-balik memberikan keterangan resmi di hadapan komputer pihak polisi dan Kejaksaan itu cukup menegangkan. Membuat keringat bercucuran deras meski dalam ruangan ber-AC.

 

Namun AN sempat bingung. ‎Ketika dirinya akan memberikan keterangan resmi kepada pihak kejaksaan, seseorang dari pihak kepolisian sempat meneleponnnya. Substansi isi percakapan dalam telepon mengingatkan dirinya agar menjawab sesuai dengan apa yang pernah ditanyakan oleh petugas kepolisian.

 

AN mengernyitkan dahi. Sedikit kurang memahami maksud perkataan si penelepon yang mengaku dari pihak kepolisian. Nadanya agak sedikit mengancam. Untunglah ponselnya saat itu kehabisan baterai, sehingga percakapan   itu terputus.

 

Dari hasil percakapan itu, dia menangkap makna tersirat petugas yang mengaku kepolisian itu seolah takut, AN akan bercerita lebih detail kepada pihak kejaksaan. AN berkesimpulan, ada kesan dirinya diperebutkan oleh pihak kepolisian dan kejaksaan.

 

“Saya merasa kasus ini jadi rebutan mereka. Belum selesai diperiksa kepolisian, saya sudah kembali menerima surat panggilan dari kejaksaan,” ujarnya.

 

Semua pertanyaan perihal alur penggunaan Anggaran Dana Desa (ADD) dan semua hal yang berkaitan pemanfaatan dana yang berasal dari APBD Kabupaten, Provinsi maupun APBN, ditanyakan secara detail oleh petugas.

 

“Tadinya saya pikir, pemeriksaan itu cukup di kepolisian. Eh, selang dua bulan, saya harus datang lagi, memenuhi undangan resmi surat panggilan dari Kejaksaan," ujar AN, Sabtu   27 Agustus 2022.

 

AN harus berurusan dengan hukum lantaran Kepala Desanya diduga melakukan pelanggaran hukum Tipikor atas progran Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD).

 

Kini Kepala Desa tersebut sudah ditahan. Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Bandung menjatuhkan vonis hukuman 4 tahun penjara, tersangka dikenakan Pasal 2 dan atau Pasal 3 dan atau Pasal 9 UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

 

AN menceritakan, dirinya dipanggil oleh dua institusi itu (polisi dan Kejaksaan) adalah untuk menjelaskan soal dugaan korupsi di tataran pemerintahan desa, yang dikelolanya bersama kepala desa dan perangkat desa lainnya.

 

AN diperiksa soal penggunaan dana desa tahun 2018 lalu ‎. Ia memenuhi undangan surat panggilan dan diperiksa tahun 2019.  Kasusnya adalah korupsi dana desa yang dilakukan dua kepala desa di Majalengka. Keduanya diduga telah melakukan tindak pidana hukum korupsi dengan memanfaatkan uang bantuan dana desa pada 2016, lalu.

 

Tersangka BD (Kepala Desa) kedapatan memanfaatkan bantuan uang dana desa tahun 2016 tahap II dan III serta dana bantuan Infrastruktur Perdesaaan tahun 2016 sebesar Rp195.748.603 .

 

Sedangkan, SD (kepala Desa) juga melakukan tindak pidana korupsi sebesar Rp85.767.500 karena tidak menyalurkan dana bantuan ADD pada tahun 2016 tahap I sesuai dengan proposal pengajuan dan daftar rencana penggunaannya.

Kategori :