RAKYATCIREBON.ID, INDRAMAYU - Di tengah isu yang menyatakan Mahad Al Zaytun sesat hingga menyimpang, ternyata santri baru yang masuk justru meningkat pesat.
Tentu saja, penerimaan santri baru Mahad Al Zaytun tersebut tidak disangka-sangka, karena sudah ada beberapa rekomendasi dan fatwa yang menyatakan haram hukumnya memasukan anak ke Al Zaytun.
Menurut Syekh Panji Gumilang, setiap tahunnya target penerimaan santri adalah 750 orang. Sedangkan total yang ada di dalam mahad sekitar 5 ribuan.
“Target santri 750 setiap tahun yang baru,” kata Syekh Panji Gumilang, menyampaikan penjelasannya mengenai target tahunan.
Kendati demikian yang mengherankan adalah jumlah santri yang masuk untuk tahun ini, justru meningkat pesat.
Dari target santri baru 750, tetapi yang mendaftar mencapai 1.030 orang. Kondisi itu, diakui membuat syekh juga heran.
“Begitu ramai naik, kami juga heran. 1.030. Naik apa tidak itu?” kata Syekh Panji Gumilang mengungkapkan keheranannya.
Padahal biaya masuk ke Al Zaytun tidak murah yakni sekitar USD 3.500 atau dalam kurs Rupiah mencapai Rp52,5 juta dan dibayar di depan.
Walaupun terlihat mahal dan besar, ternyata uang ini tidak bisa mencukupi kebutuhan satu tahun masing-masing santri.
Karenanya, dilakukan lah berbagai kegiatan ekonomi dan usaha. Sehingga dapat mencukupi kegiatan pendidikan dan ekspansi yang dilakukan.
Disampaikan Panji Gumilang bahwa untuk masyarakat yang tidak tahu Al Zaytun, tentu akan sulit memahami bagaimana kemandirian pesantren mampu mencukupi kegiatannya.
Termasuk akan bertanya-tanya dari mana sumber dana Al Zaytun sesungguhnya. Padahal, semua itu dibangun atas dasar kemandirian dan kegiatan ekonomi yang dilakukan.
“Kalau bertanya uang membangun Al Zaytun. Saya ini pekerja keras. Saya tidak sendiri. Berrsama banyak kawan,” tegasnya.
Dicontohkan syekh misalnya dalam hal pengelolaan kebutuhan pangan yakni beras. Selama 25 tahun berjalan, beras yang diproduksi bisamencapai 3-5 kali lipat dari yang dikonsumsi.
Oleh karena itu, sisanya dijual lewat koperasi dan kanal-kanal lainnya. Sehingga sudah mendapatkan penghasilan dan keuntungan usaha.
Tidak dipungkiri syekh bahwa sumber dana di Al Zaytun juga ada berasal dari bantuan negara lewat dana bantuan operasional sekolah (BOS).
“Ada dana BOS dari negara untuk anak-anak sekolah. 1 tahun rata-rata Rp4 miliar. Tapi tidak bisa mengandalkan BOS. Kalau hanya mengandalkan bos, sudah banyak yang bangkrut. BOS ini persentasenya 2,74 persen per tahun,” tandasnya.
Sedangkan penghasilan dari biaya pendaftaran murid bisa mencapai Rp40-an miliar per tahun. Angka itu, masih kurang dari kebutuhan Rp119 miliar.
“Kekurangan 33 persen atau sekitar Rp 75 miliar. Itulah gerakan ekonomi. Menanam padi, ikan, sayur. Kami pengusaha, berdikari. Putar. Usaha itu harus ada untung,” tegasnya.
Makanya, Al Zaytun membutuhkan lahan yang luas. Sehingga dapat menghasilkan dana dari berbagai kegiatan usaha yang dilakukan.
“Kalau mau menghasilkan dana untuk pendidikan, tanam 800 hektare. Makanya tanah banyak itu, untuk ini,” jelasnya.
Cara pengelolaan di Al Zaytun tersebut, memang sulit diterima oleh masyarakat. Sebab, memang tidak menjalaninya.
Sedangkan pengelolaan model konglomerasi tersebut, sebenarnya sangat bisa dijelaskan dan semua masuk akal.
Dengan model pengelolaan ala konglomerasi itu, orang di luar justru menduga yang tidak-tidak dan menganggap ada sumber dana besar yang masuk.
Padahal, semua yang dilakukan Mahad Al-Zaytun adalah kemandirian dan pengelolaan ala konglomerasi. “Memang tidak bisa digambarkan oleh orang yang tidak mengerjakannya,” tegas dia.(*)
Aneh, Ramai Dikabarkan Sesat, Al Zaytun Malah Kebanjiran Calon Santri, Jumlahnya Naik Hampir 2 Kali Lipat
Rabu 28-06-2023,13:28 WIB
Editor : Yuda Sanjaya
Kategori :