RAKYATCIREBON.ID, KEJAKSAN - Kementerian Perdagangan RI, bersama dengan DPR-RI mensosialisasikan program dan kebijakan-kebijakan terbaru di dunia perdagangan.
Salahsatu yang menjadi sorotan saat ini, adalah perlindungan konsumen ditengah gencarnya fenomena jual beli secara daring, sehingga Kemendag berupaya agar perlindungan terhadap konsumen lebih efektif.
Hal tersebut pun menjadi sorotan dari Komisi VI DPR-RI, yang notabene menjadi mitra kerja dari Kemendag.
Yang dilakukan, saat ini DPR-RI tengah melakulam revisi terhadap undang-undang nomor 08 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
"Saat ini, kami sedang merevisi UU tentang perlindungan konsumen, dan UU ini akan memberikan perlindungan lebih efektif terhadap berbagai potensi, yang akan merugikan konsumen," demikian disampaikan Anggota Komisi VI DPR-RI Fraksi Demokrat, Ir Herman Khaeron saat turun mensosialisasikan kebijakan-kebijakan Kemendag di Kota
Cirebon.
Yang akan menjadi fokus pembahasan dalam revisi UU nomor 08 tahun 1999 tersebut, lanjut Hero, adalah bagaimana konsumen bisa lebih terlindungi, terutama dari proses jual beli toko-toko ber-platform digital.
"Termasuk bagaimana saat ini, kesalahan, ataupun hal-hal yang menyebabkan kerugian konsumen, yang disebabkan oleh flatform digital, oleh perdagangan digital. Bahkan mungkin, masih banyak produk perdagangan digital yang tidak sesuai denga apa yang diinginkan konsumen, ini tentu dinaungi UU," lanjut Hero.
Belum lagi, dijelaskan Hero, DPR-RI telah meratifikasi terhadap perdagangan digital ASEAN.
"ASEAN E-Commerce sudah kami ratifikasi, oleh karenanya kita juga harus mempersiapkan berbagai pranatanya. Kalau tidak, termasuk perlindungan konsumennya, kita sebagai konsumen bisa banyak dirugikan, oleh platform yang nanti banyak muncul tetapi bukan bermarkas di Indonesia," jelas Hero.
Termasuk, untuk soal pengaduan dari konsumen, kata Hero, Komisi VI juga sedang mencari formula, apakah cukup dengan lembaga pengaduan yang ada, ataukah perlu ada lembaga lain, yang diberikan kewenangan untuk mengeksekusi pelanggaran perlindungan konsumen.
"Untuk aduannya, ini yang sedang kita fikirkan, apakah memperkuan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), yang diberikan kewenangan eksekutorial, termasuk badan penyelesaian sengketa, yang saat ini terpisah dari BPKN. Termasuk bagaimana peran dari Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tata Niaga. Ini kan harus diharmonisasi juga dalam UU, supaya fungsi-fungsi tugasnya tidak bertabrakan," ujar Hero.
Ditambahkan Hero, selain hal-hal tersebut, banyak lagi hal-hal yang akan bermanfaat untuk konsumen, dengan dibahasnya revisi soal Undang-undang Perlindungan Konsumen.
"Semua perlu mendukung, bahwa sistem perdagangan, yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan sehari-hari, bahwa didalamnya ada kebijakan-kebijakan yang pro terhadap konsumen," imbuh Hero. (sep)