PADA Hari Pahlawan 10 November 2023, Presiden RI Joko Widodo akan memberikan gelar pahlawan nasional kepada enam tokoh yang dianggap berjasa bagi bangsa dan negara semasa hidupnya.
Salah satu dari 6 tokoh tersebut adalah tokoh dari Kabupaten Majelengka, yakni KH Abdul Chalim Leuwimunding.
KH Abdul Chalim Leuwimunding dianggap sudah banyak berjasa untuk bangsa dan negara Indonesia, terutama sebelum masa kemerdekaan.
KH Abdul Chalim Leuwimunding salah seorang ulama dari Majalengka Jawa Barat yang menjadi salah satu pendiri NU awal. Namanya terabadikan dalam dokumen kepengurusan NU.
Organisasi NU didirikan pada 26 Januari 1926 dan sebagai Katib Tsani (Katib Awwal) dijabat KH Wahab Hasbullah.
Hampir semua pengurus NU awal itu adalah tokoh-tokoh Jawa Tengah dan Jawa Timur (termasuk Madura). Hanya Abdul Chalim, satu-satunya pendiri NU dari Jawa Barat, dan kyai yang saat itu belum memiliki pesantren.
Nama Abdul Chalim selalu dikaitkan dengan Leuwimunding tanah asalnya. Kata Leuwimunding untuk membedakan nama Abdul Halim dengan lain, yang bernama sama dan berasal dari daerah yang sama, Majalengka.
Abdul Halim yang satunya sudah lebih dulu mendapat gelar sebagai Pahlawan Nasional, yakni pada 10 November 2008.
Abdul Halim yang ini adalah pendiri Persyarikatan Ulama yang berpusat di Majalengka. Dan Abdul Chalim Leuwimunding sering dikelirukan dengan Abdul Halim yang menjadi pendiri Persyarikatan Ulama itu.
Padahal, keduanya berbeda, meskipun sama-sama pernah berguru ke Makkah. Bahkan hingga saat ini di Majalengka nama Abdul Halim yang menjadi nama jalan di kota tersebut hanya tokoh PUI.
Leuwimunding adalah nama sebuah desa yang di masa lalu merupakan kawedanan yang membawahi dukuh-dukuh Leuwimunding. Lebak (Leuwikujang), Cirabat (Mirat), dan Cibatur/Nyebrak (Ciparay).
Sekarang, Leuwimunding menjadi nama sebuah kecamatan dengan 14 desa, dan diantaranya Desa Leuwimunding sendiri, yang semuanya berbahasa Sunda kecuali satu desa yang menggunakan Bahasa Jawa, yaitu Desa Patuanan.
Secara harfiah, nama Leuwimunding berarti "danau tempat minumnya kerbau", karena di masa lalu, tempat ini adalah hutan yang terdapat danau yang dijadikan tempat minum satwa liar, termasuk kerbau.
Dari Makkah ke Tebuireng Abdul Chalim Leuwimunding dilahirkan pada Juni 1898 dari pasangan Mbah Kedung Wangsagama dan Nyai Santamah.
Para buyutnya adalah tokoh-tokoh setempat, yaitu Buyut Kreteg, Buyut Liuh, dan Buyut Kedung Kertagam. Setelah itu, Abdul Chalim belajar mengaji di Pesantren Trajaya Majalengka, kemudian meneruskan ke Pesantren Kedungwuni, Majalengka, dan dilanjutkan di Pesantren Kempek, Cirebon.
Sebagaimana tokoh-tokoh di masanya yang berkelana sampai Makkah untuk menuntut ilmu, Abdul Chalim Leuwimunding juga menempuh hal yang sama.
Ini dilakukan ketika ia baru berusia 16 tahun, yaitu pada sekitar tahun 1914. Sebelumnya dua pamannya telah berada di sana, yaitu H Ali dan H Jen.