CIREBON, RAKYATCIREBON.DISWAY.ID - Angin kencang beberapa hari terakhir terjadi di wilayah Cirebon, termasuk di wilayah Kota Cirebon.
Ternyata, itu memang sudah sesuai dengan yang diprediksikan, bahwa puncak musim penghujan dan cuaca ekstrem di Cirebon, bahkan di wilayah Jawa Barat terjadi pada bulan Januari-Februari.
"Januari-Februari ini memang menjadi puncak musim penghujan dan cuaca ekstrem di Cirebon,. Intensitas hujan tinggi, cuaca ekstrem termasuk angin kencang," jelas Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Cirebon, Andi Wibowo, Kamis (9/1).
Bahkan, pada sembilan hari bulan Januari saja, lanjut Andi, sudah terjadi beberapa bencana di Kota Cirebon, seperti pohon tumbang, rumah ambruk, dan tanah longsor.
Terakhir, terjadi longsor di senderan Sungai Benda di Kelurahan Argasunya, Kecamatan Harjamukti. Saat ini sudah dikoordinasikan dengan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Cimanuk-Cisanggarung sebagai leading sector pengelolaan sungainya.
"Tebing senderan Sungai Benda sudah di-assessment. Tim BBWS sudah turun untuk menindaklanjutinya," lanjutnya.
Dijelaskan Andi, puncak musim penghujan dan cuaca ekstrem di Cirebon tahun 2025 ini, diprediksi akan berlangsung sampai pertengahan tahun.
Bahkan, Pemprov termasuk Pemkot sudah menerbitkan SE penetapan status siaga darurat cuaca ekstrem, yang akan berlangsung sampai 31 Juli mendatang.
"Fasenya sampai 31 Juli, puncaknya di Januari-Februari. Pak Pj Walikota juga sudah menetapkan siaga darurat sampai 31 Juli, untuk banjir, cuaca ekstrem, tanah longsor," paparnya.
Dari sekian banyak potensi bencana yang ada di Kota Cirebon, yang paling menonjol dari puncak musim penghujan dan cuaca ekstrem di Cirebon ini, adalah pohon tumbang, banjir dan tanah longsor di wilayah Selatan.
Untuk potensi banjir, kata Andi, upaya-upaya untuk meminimalisir terjadinya banjir sudah sejak jauh-jauh hari dilakukan. Mulai dari normalisasi sungai hingga mengeruk sedimentasi saluran-saluran yang ada.
Pasalnya, banjir atau genangan ini terjadi karena ruang saluran tidak bisa menampung dan mengalirkan debit air yang datang. Sehingga dengan normalisasi, ruangnya menjadi lebih besar untuk bisa mengalirkan air di saat hujan.
"Banjir sudah mulai diminimalisir. Sungai dan saluran sudah dinormalisasi, baik oleh PU maupun BBWS. Kejadian terakhir di Kalijaga saja, air naik jam 10 malam, jam setengah 12 sudah surut. Cuaca kita normal. Tapi kalau di hulunya hujan, tetap berisiko ke kita sebagai hilir," pungkasnya.