
CIREBON - Angka kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak ternyata menjadi fenomena gunung es, karena penanganannya masih bergantung pada laporan dari korban.
Maka, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) Kota Cirebon, Suwarso Budi Winarno mengungkapkan, banyaknya kasus yang ditangani, tidak menandakan tingginya kejadian, begitupun sebaliknya, sedikitnya angka kasus, bukan berarti kajadian kekerasan nya minim.
"Kita tidak memandang angka, yang kecil bisa jadi karena kesadaran masyarakat untuk melapor itu kurang. Angka yang besar, bukan berarti buruk, tapi masyarakat sudah sadar bahwa mereka tahu itu kekerasan dan berani melapor," ungkap Budi, Senin (07/07).
BACA JUGA:Kekerasan Perempuan dan Anak jadi Sorotan, DPRD Kumpulkan Semua Pihak
Untuk Kota Cirebon sendiri, lanjut Budi, sebetulnya angka kasusnya stabil, dan tidak setinggi daerah lain, jika dilihat dari tahun ke tahun.
Dari data yang dimiliki DP3APPKB, setiap tahun angkanya fluktuatif, dimana dimulai pada tahun 2017 terjadi sebanyak 53 kasus, tahun 2018 sebanyak 65 kasus, tahun 2019 sebanyak 42 kasus, tahun 2020 sebanyak 54 kasus, tahun 2021 sebanyak 64 kasus, tahun 2022 sebanyak 63 kasus, tahun 2023 sebanyak 59 kasus dan tahun 2024 sebanyak 67 kasus.
"Untuk tahun 2025 masih berjalan, tapi data sampai bulan Juni, kita mendata sudah ada 35 kasus yang kita tangani. Banyaknya kekerasan fisik," sebut Budi.
BACA JUGA:Ono
Tak hanya menunggu korban melapor, dijelaskan Budi, pihaknya sudah membangun jejaring sampai di ruang terkecil di masyarakat, yang fungsinya bukan hanya menangani, namun juga mengedukasi masyarakat.
"Kita punya jejaring, sampai kelurahan kita punya satgas PKDRT, kita punya motivator ketahanan keluarga dilapangan," jelas Budi.
Di sisi hilir, kasus kekerasan perempuan dan anak ini ditangani dengan baik, berkat kolaborasi semua stake holder terkait.
BACA JUGA:Kepercayaan Investor Global Menguat, Transformasi Jadi Fondasi Daya Tarik Saham BBRI
Namun di sisi hulu, ini menjadi PR bersama, dimana perlu dibangun komitmen dari ruang terkecil di masyarakat, yakni keluarga.
"PR hari ini, perlu membangun komitmen bersama, keluarga, pengasuhan itu hal yang penting sehingga tidak terus bergulir seperti bola salju. Masing-masing keluarga harus punya komitmen bagaimana pengasuhan yang positif untuk anak-anaknya. Akhir-akhir ini masyarakat sudah berani melapor, konsultasi dan lainnya, karena di setiap kesempatan kita buka layanan konsultasi," kata Budi.
Berbeda dengan DP3APPKB, RSD Gunung Jati memiliki layanan Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) perlindungan perempuan dan anak, dimana sejak dibentuk, sudah ribuan kasus ditangani, dan pelayanan diberikan secara gratis.