Sementara itu, Perwakilan Yayasan Pesarean Buyut Kilayaman, Deni menambahkan, pihaknya sudah berupaya mengikuti seluruh regulasi dan petunjuk teknis dari BGN (Badan Gizi Nasional), termasuk proses evaluasi dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Cirebon.
“Kami sudah evaluasi dari awal, dan terus memperbaiki. Termasuk mengenai Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) hanya waktu itu, dari dinas kesehatan masih berproses terus, dan ada salinan untuk apa yang harus diubah dan dievaluasi, tapi memang butuh pendampingan lebih intens,” tambahnya.
Koordinator Wilayah BGN Kota Cirebon, Ashar Saputra saat menghadiri rapat dirinya menjelaskan, verifikasi dapur dilakukan sebelum sistem baru terkait IPAL diberlakukan.
“Waktu itu juknis belum secara detail membahas kapasitas dan spesifikasi IPAL. Verifikasi hanya memastikan bahwa IPAL sudah ada, tapi tidak diuji kapasitasnya,” jelasnya.
Ia menyayangkan kurangnya komunikasi antara pengelola dapur SPPG Harjamukti dengan lingkungan setempat.
“Seharusnya ada koordinasi dari awal dengan RT, RW, dan Dinas Lingkungan Hidup,” imbuhnya.
Ashar juga menyebutkan bahwa BGN akan merekomendasikan dua opsi kepada pusat, pertama menghentikan sementara operasional dapur SPPG Harjamukti untuk perbaikan menyeluruh, atau Kedua, melanjutkan operasional dengan menu keringan sambil perbaikan berjalan.
“Dapur ini melayani sekitar 3.800 porsi per hari. Kalau dihentikan total, distribusi ke sekolah-sekolah bisa terganggu. Jadi kita akan usulkan dua skema ke pusat, tinggal menunggu keputusan,” pungkasnya. (its)